Sinar rembulan menemani kami sepanjang perjalanan.
Kelap-kelip bintang terlihat seperti ikut menyemangati.
Oke. Ini sudah jam 11 malam, dan kami
baru memulai pendakian. Menyingkirkan kantuk, berusaha mencapai puncak walau
tenaga terus terkeruk. Halo 3.142 mdpl, kami akan segera datang. Tunggu kami,
Gunung Agung.
Diiringi dua orang guide, yang
walaupun kami tak ingin bersama mereka, tapi peraturan disini mewajibkannya.
Ah, dasar, kurasa sudah terjadi koalisi antara polisi dan para wakamsi.
Bayangkan, kami yang sedang ingin menikmati alam Indonesia harus merogoh kocek
dulu sampai 1,1 juta. Biaya untuk seorang guide disini adalah 550rb, dan 1
orang guide berlaku untuk 4 orang pendaki, jikalau pun ada yang mendaki
sejumlah 5 orang, maka tetap dihitungnya mereka harus menggunakan jasa 2 orang
guide. Menyebalkan bukan? Itu lah yang kami rasakan. Sebenarnya harga normal
untuk 1 orang guide adalah 400rb, namun karena saat itu sedang sepi pendaki,
jadi ya.... mengertilah. Pedahal kami rasa satu guide pun cukup, karena ini
juga bukan kali pertama kami mendaki gunung.
Aturan mengenai diwajibkannya pendaki
menggunakan jasa guide ini sudah dimulai dari sekitar tahun 2008, yaitu saat
ada pendaki yang tersesat dan hilang di Gunung Agung. Kebetulan, pendaki yang
hilang itu pun berasal dari Bandung. Adat disini juga mengatakan jika ada
pendaki yang hilang atau tewas saat mendaki Gunung Agung, maka harus dilakukan
upacara pembersihan gunung yang memakan biaya hingga ratusan juta. Itulah
mengapa harga guide disini cukup mahal, karena sebagian biayanya dipakai untuk
upacara.
Selain tentang biaya, masih ada hal
yang mengecewakan bagi kami. Soal jalur pendakian, rencana awal kami untuk
mendaki gunung ini adalah Jalur Pura Besakih, yaitu jalur yang umumnya
digunakan para pendaki untuk mendaki. Tapi, ternyata guide itu malah
mengarahkan kami ke jalur lain saat kami
sudah sampai di Pura Besakih, kami pun dibawa ke tempat lain yang kemudian kami
kenal sebagai Jalur Embung. Pedahal sebelumnya kami sudah deal untuk mendaki
via Pura Besakih. Ya sudahlah.
Memang ada beberapa pantangan yang
harus diperhatikan saat kita mendaki Gunung Agung. Satu, tidak boleh membawa
barang atau perhiasan yang terbuat dari emas. Dua, tidak boleh membawa makanan
yang berasal dari sapi. Tiga, tidak boleh melakukan pendakian saat sedang
berlangsung upacara keagamaan di Pura Besakih. Oke, semuanya kami lalui.
Memang pada saat kami hendak mendaki
Gunung Agung ini, hampir setiap hari sedang diadakan upacara di Pura Besakih.
Upacaranya sendiri berlangsung dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam, jadi
daripada ambil resiko, kami pun terpaksa melakukan pendakian malam, dan ini pun
sama-sama beresiko.
Kembali lagi ke cerita saat mendaki.
Oh iya, lupa ngasih tau, tim pendakian kami terdiri dari 8 orang, ditambah 2
guide jadi ada 10 orang. Semua pendaki terlihat baik-baik saja, kecuali ada
satu orang yang terlihat kesulitan, dia adalah Bang Richard. Tidak heran sih,
berat badannya lebih dari 1 kwintal, dan dia mendaki menggunakan celana pendek.
Satu jam pendakian awal semua masih
berjalan lancar, mulai pada sekitar jam 1 malam, kurasa Bang Richard ini mulai
kesulitan mengatur nafas. Hampir setiap 10 menit kami berhenti untuk
menunggunya. Pedahal jalurnya terbilang standard, tidak jauh beda dengan jalur
pendakian pada umumnya.
Kami terus berjalan walaupun rasa
lelahnya menjadi berlipat ganda karena harus menunggu Bang Richard yang berjuang
keras untuk tetap bisa melangkah. Namun apa lah daya, sekitar jam 3 dini hari
Bang Richard kembali berhenti dan dia menyerah sehingga ingin berhenti. Memang
sangat kasian, aku salut walaupun dengan tubuh seberat itu dia dapat mendaki
sejauh ini. Walaupun kami sudah semangati tetap saja dia memaksa untuk berhenti
dan tidak melanjutkan perjalanan. Tragisnya lagi, saat berhenti, ternyata di
kaki Bang Richard sudah menempel banyak pacet yang sedang nikmat-nikmatnya
menghisap darah dari tubuh gempal Bang Richard.
Terpaksa, kami pun meninggalkan Bang
Richard bersama satu orang guide di tengah perjalanan, dengan mendirikan camp
terlebih dahulu tentunya. Sebenarnya hal ini jangan sampai dilakukan,
meninggalkan teman mendaki di tengah perjalanan. Tapi ya mau bagaimana lagi.
Maaf, Bang.
Pendakian pun kembali dilanjutkan.
Kami sama sekali tidak tahu sudah sampai mana, karena di jalur Embung ini
memang tidak ada informasi pos nya. Setelah kami berjalan sekitar hampir 2,5
jam sampailah kami di tempat yang agak luas untuk mendirikan camp. Kami pun
segera membangun tenda dan memasak. Ya, salah satu target kami untuk bisa
melihat sunrise dari puncak pun sirna. Karena dari tempat camp kami ini ke
puncak masih membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Dan ini sudah menunjukkan pukul
05.30 WITA. Ya sudahlah. Banyak hal yang lebih penting kok daripada sunrise.
Sat jam kemudian masakan pun jadi.
Tenda pun sudah berdiri. Beralaskan kertas nasi, kami hidangkan makanan-makanan
yang sudah kami masak. Nasi, sarden,
mie, kerupuk, dkk sudah siap tersaji. Kami pun makan.
Seselesainya makan kami memasukkan
semua barang ke tenda. Kami hanya membawa satu carriel yang diisi oleh air
minum, cemilan, P3K, juga alat pendukung lain seperti tali temali. Katanya sih
jalur untuk sampai ke puncak itu memang lumayan ekstrem, ditambah lagi angin
yang sangat kencang, jadi disarankan tidak membawa beban yang berat.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke
puncak, tidak lupa kami berdoa dulu, serta menggembok tenda kami. Kata
guidenya, banyak monyet-monyet bertangan jahil.
Kurang lebih jam 7 pagi perjalanan
dilanjutkan. Sekitar 30 menit berjalan dari tempat camp, kami sampai di
perbatasan vegetasi hutan dan bebatuan. Nama tempat ini Kori Agung atau Batu
Besar. Dari sini sampai ke puncak hampir semua jalur yang kami lalui adalah
batu. Salah melangkah sedikit jangan heran banyak batu yang akan turun
membahayakan kawan yang ada di belakang.
Kami terus berjalan diatas kering
bebatuan. Beginilah memang jika kita mendaki gunung jenis stratovulcanic.
Setelah berjalan hampir 30 menit,
sampai lah kami di Palawangan, ada jalur pertemuan juga yang menghubungkan
Jalur Pura Besakih. Dari sini menuju puncak masih cukup jauh, yaitu sekitar 1,5
jam lagi. Tapi puncakan Gunung Agung sendiri sudah terlihat. Dari bawah puncak
Gunung Agung terlihat runcing.
Kami pun semakin bersemangat untuk
sampai puncak. Dari sini pemandangannya memang sangat indah, walaupun terkadang
tertutup kabut. Selain licin, jalurnya juga sangat sempit, di sebelah
kanan-kiri kami terhampar jelas jurang
yang terjal. Juga awan, kami berasa sedang berjalan di atas awan.
Berjalan terus, terus berjalan.
Akhirnya setelah satu jam lebih berjalan di jalur batu, sampai lah kami di
Puncak Satu. Indah, sangat indah. Jika sedang cerah, dari puncak ini kita dapat
melihat Gunung Rinjani di Lombok. Namun sayang, kala itu agak berkabut. Karena
kami pun sampai di puncak sekitar jam 09.30 pagi. Guide disana sih
menyarankannya agar tidak ada yang berada di puncak sampai pukul 09.00. Tapi
mau bagaimana lagi, kami baru sampai dan masih ingin menikmati keindahan
puncak. Lagi pula masih ada puncak lain, yaitu Puncak Dua dan Puncak Tiga.
Setelah puas bernarsis ria, hampir
satu jam. Kami melanjutkan perjalanan kami ke Puncak Dua. Tidak begitu jauh
sekitar 15 menit melewati punggungan. Puncak Dua ini ditandai dengan sebuah
benda berwarna emas yang sengaja dipasang untuk menandakan puncak. Kami jiga
bisa melihat kawah yang sangat luas, lebarnya 500 meter, katanya sih
kedalamannya 200 meter. Tapi gamau ngukur secara langsung ah, makasih. Di puncakan
juga banyak tersimpan sesajen.
Bagi masyarakat Bali, Gunung Agung
merupakan gunung yang paling keramat dan disucikan. Gunung ini dipercaya
sebagai tempat kediaman dewa, yaitu Dewa Batara Agung, yang diidentifikasikan
sebagai Mahadewa.
Seperti biasa tidak lupa kami berfoto
ria dulu di Puncak Dua ini, menunggu langit yang terhalang kabut sampai
kabutnya menghilang, walaupun hanya beberapa menit. Di sini kami beristirahat
dulu sambil mengobrol. Angin disini memang sangat kencang, kata guidenya sih
kalau udah siang begini bisa saja ada badai. Ketinggian Puncak Dua ini tidak
jauh berbeda dengan Puncak Tiga.
Tidak terasa sudah sampai jam 12.00,
dan cuaca di atas semakin ekstrem. Setelah berunding, kami pun mencukupkan
pendakian hanya sampai Puncak Dua, tidak sampai ke Puncak Tiga. Pedahal dari
Puncak Dua ke Puncak Tiga hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Tapi karena
faktor cuaca, maka kami memutuskan untuk turun saja. Lagi pula katanya
pemandangannya tidak jauh berbeda dengan Puncak Dua. Sedikit kecewa, tapi harus
tetap bersyukur masih diberi keselamatan.
Akhirnya kami pun turun. Perjalanan
turun sama ekstremnya seperti saat naik, tapi lebih berbahaya karena licin.
Sekitar jam 1 kami sudah sampai di tempat camp. Kami pun segera membongkar
tenda dan kembali packing. Tidak berlama-lama, kami hanya memakan makanan
ringan dan minum saja. Bergegas kembali turun agar bisa sampai sebelum malam.
Tidak lupa kami juga harus segera menjemput Bang Richard.
Selesai beres-beres dan packing, kami
pun bergegas turun. Perjalanan turun jauh lebih cepat, isi carriel pun sudah
semakin ringan. Perjalanan turun juga dihiasi dengan suara-suara monyet dan
kijang yang wujudnya tidak kelihatan.
Tidak sampai jam 3 kami sudah sampai
di pos evakuasi Bang Richard. Ternyata dia sudah selesai packing dan siap
jalan. Tanpa membuang waktu kami pun terus berjalan.
Dari sini, perjalanan untuk sampai ke
titik awal Jalur Embung memang cukup lama, karena jalurnya juga cukup landai.
Saat malam hari memang tidak jelas apa saja yang kami lalui disini, ternyata
setelah dilihat jalur disini sangat indah. Ada sedikit perasaan yang berbeda
dibanding saat mendaki gunung di Pulau Jawa. Entah apa.
Waktu terus berjalan, begitu pun
dengan kami. Hanya sesekali berhenti, untuk minum. Bang Richard pun terlihat
lebih enjoy, tidak seperti saat mendaki.
Dan pada akhirnya setelah hampir
pukul 18.00 sampai lah kami di titik awal pendakian. Ternyata pemandangan dari
Jalur Embung ini sangat indah. Terlihat jelas Gunung Agung yang sedang berdiri
tegak, juga ada kebun bunga, sapi Bali, dan ada kolam yang sangat luas.
Ternyata dalam bahasa Bali, Embung itu berarti kolam. Pantas saja. Sementara
dalam Bahasa Sunda, Embung itu berarti tidak mau. Ah, embung deui ah naek lewat
jalur Embung! Hahaha
Sekian dan terima komen :)
Kuring menyakiti sareng haté ngejat mun aya dina masalah anu ageung lumangsung dina perkawinan abdi tujuh bulan ka tukang, di antara kuring jeung salaki kuring. jadi pikasieuneun pisan yén anjeunna nyandak hal ieu ka pangadilan pikeun cerai. anjeunna nyarios yén anjeunna moal resep deui sareng abdi, sareng anjeunna moal bogoh ka abdi deui. Anjeunna anjeunna dipak kaluar-bumi sareng ngajantenkeun abdi sareng murangkalih abdi ngaliwat nyeri parna. Abdi nyobian sadaya cara anu tiasa waé pikeun nyayogikeun deui, teras nyuhunkeun, tapi sadaya teu ngeakeun.in anjeunna parantos nyarios yén anjeunna parantos nyieun kaputusan, sarta anjeunna henteu pernah hoyong ningali kuring deui. Janten dina hiji sore, nalika abdi ucing deui tina pagawean, abdi pendak sareng sobat guna anu sanés nanyakeun ka salaki kuring. Ku kituna abdi ngécéskeun unggal hal manéhna, jadi anjeunna ka kuring yén hiji-hijina cara anu tiasa nampi ku salaki deui, nyaeta ngadatangan caster mantra, sabab estu digawé pikeun anjeunna teuing.So abdi pernah percanten ngeja, tapi abdi teu boga pilihan sejen, ti turutan nasihat-Na. Lajeng anjeunna masihan abdi Email alamat tina mantra mantra anu ngadina. Janten isuk-isuk anu sanés, abdi ngirimkeun surat kana alamat anu anjeunna masihan ka abdi, sareng mantra mantra ngajénkeun yén abdi bakal nampi salaki kuring dina poé saterusna. Naon hiji pernyataan endah pisan !! Kuring pernah percaya, ku kituna anjeunna nyarios sareng abdi, sareng ka abdi sadayana anu kedah abdi lakukeun. Mukang isuk-isuk isuk-isuk, surprta héran, salaki kuring anu henteu nyambung kuring kanggo 7 bulan terakhir, masihan kuring telepon pikeun nginpokeun ka kuring yén anjeunna nuju balik. Jadi Endah pisan Ku kituna ieu pisan kumaha anjeunna parantos sumping deui dina dinten anu sami, kalayan seueur kaasih sareng kabagjaan, sarta hapunten hapana, sareng ka nyeri anu anjeunna disababkeun abdi sareng barudak urang. Lajeng ti dinten éta, hubungan kami ayeuna leuwih kuat batan kumaha sateuacanna, ku bantuan Dr. WEALTHY. Ku kituna, abdi bakal saran anjeun kaluar upami anjeun ngagaduhan masalah ngahubungan anjeunna, abdi masihan abdi 100% jaminan anu anjeunna bakal nulungan anjeun .. Surélék anjeunna dina: wealthylovespell@gmail.com, atanapi anjeun Whatsapp anjeunna. + 2348105150446 Hatur nuhun asoooo teuing !!!
ReplyDelete