Showing posts with label Journey. Show all posts
Showing posts with label Journey. Show all posts
Welcome Greetings From Siberia
edit

Welcome Greetings From Siberia

It’s been almost 6 months I live in Tyumen City. The first day when I came here, it was October, the temperature was 0oC, and I was like: “What the heck! Zero degree! Am I living inside the refrigator???". I really wanted to find a genie and ask him to transform me into a bear so I could hibernate and sleep during the terrible winter. But then, I realized something, 0oC is not that cold, in January and February the temperature was about -30oC until -45oC. Yeah, minus, I ain’t kidding. It’s just like a greeting from Russia, “Welcome to Siberia!”.

Spring finally came in March. In the end of February, we did a Russian folk tradition, we was burn a beautiful doll called “Maslenitsa”. We sang, we danced, we prayed, and we ate traditional foods. Russian do this tradition as the farewell for Winter and the welcome greeting for Spring. Yeah, finally, Spring!

After that time, I really hope that our “ritual” will work, and the snow will stop haunting us. But no, our relationship with snow has not finished yet. In the end of March and early April, they came again. They even came with the larger number of armies! The streets and trees became snowy again. I hate this, because in the next days, it would be muddy, muddy, and muddy everywhere! My friend once said to me that in Russia, winter will be 9 months, and the 3 months will be summer. I believe it now.

Read More....
My Personal Traveling Records
edit

My Personal Traveling Records

“Enjoy the journey, not destination!”
Yups, maybe I’m the kind of boy who use this advice on every adventure I do. Ada banyak hal dan pelajaran yang bisa diambil saat kita sedang dalam perjalanan, bukan saat kita sampai di tempat tujuan, tapi pada saat proses untuk menuju tujuan itu. Misalnya saja orang-orang yang kita temui di perjalanan, pengetahuan yang didapat di perjalanan, bahkan terkadang ada banyak inspirasi yang menghampiriku pada saat dalam perjalanan. Akan tetapi, dalam postingan ini saya hanya akan menuliskan beberapa pengalaman yang saya catat sendiri dan saya masukan ke dalam “My Personal Traveling Records”. Ya, rekor-rekor pribadi yang saya torehkan pada saat perjalanan, memang tidak begitu penting bagi kalian, tapi bagi saya hal-hal ini merupakan sesuatu yang tidak akan terlupakan. Oke, langsung saja, here they are:

1. Menginjakkan kaki di 4 ibukota provinsi di Indonesia dalam waktu 4 hari
Rekor ini saya torehkan pada saat perjalanan pulang dari Tana Toraja menuju kediaman saya di Bandung. Dimulai pada tanggal 30 Maret 2015, hari ini merupakan hari terakhir saya dan kedua teman saya tinggal di Makassar, setelah hampir beberpa minggu sebelumnya kita tinggal di Toraja. Dari Makassar ini kita hendak menuju ke Surabaya menggunakan Kapal Laut, nama kapal tersebut adalah Kapal Labobar. Perjalanan ini membutuhkan waktu sekitar 24 jam, kita sampai di Surabaya pada tanggal 31 Maret 2015, sekitar pukul 09.00 WIB kita tiba di Surabaya, di Pelabuhan Tanjung Perak. Dari pelabuhan itu kita berjalan sedikit dan naik DAMRI menuju Terminal Bungurasih. Sesampainya di Terminal Bungurasih tanpa buang waktu, aku pun langsung naik bus menuju ke Semarang. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 6 jam sampai akhirnya saya tiba di terminal Terboyo Semarang. Di Semarang saya bermalam dulu satu hari karena pada keesokan harinya akan bertemu teman saya asal Semarang. Setelah bertemu teman saya pada tanggal 1 April 2015, saya pun melanjutkan kembali perjalanan saya menuju Bandung, perjalanan menuju Bandung dimulai pada pukul 23.00, dan saya tiba di Bandung pada tanggal 2 April 2015, tepatnya pukul 09.00 WIB. Yups, 4 hari yang menyenangkan!
Read More....
Penyusuran Pantai Ujung Genteng – Pantai Loji
edit

Penyusuran Pantai Ujung Genteng – Pantai Loji

oleh: Helmy Fachruddin
               
                Susur pantai merupakan salah satu olah raga alam bebas yang memerlukan penerapan ilmu mountaineering di dalamnya. Pada eksedisi kali ini, Tim PNRA divisi Hutan Gunung UKL-XXVII melakukan perjalanan berupa penyusuran pantai yang di mulai dari pantai Ujung Genteng dan berakhir di pantai Loji, Sukabumi, dengan jarak tempuh ±70 Km. Helmy Fachruddin (UKL-XXVIII-AM-009) serta Rizal Purwana (UKL-XXVIII-AM-005) menjadi tim ini pengambilan NRA dalam perjalanan ini, dan ditemani oleh Ikhwanussafa Sadidan dan Syahrul Romdhoni sebagai supervisor tim, juga Muhammad Alfin sebagai tim pendukung.

  
Jalur Penyusuran. Ujung Genteng – Loji

Terdapat 7 checkpoint disepanjang jalur penyusuran pantai UjungGenteng – Pantai Loji, yaitu:

•             Pantai Pangumbahan
Titik check point pertama tepatnya berada di koordinat 7°20’00’’LS dan 106°23’54’’BT. Jarak dari Pantai Ujung Genteng menuju Pantai Pangumbahan adalah sekitar 7.6km. Sepanjang jalur ini terdapat banyak tempat penginapan dan terdapat tempat konservasi penyu hijau yang berjarak ±500m dari garis pantai. 

Read More....
Backpacking Bandung - Toraja
edit

Backpacking Bandung - Toraja



Hari ke-1

Halaman pertama dalam cerita ini dimulai di Stasiun Kiara Condong, Bandung. Subuh ini terbuat dari antrian orang-orang yang akan dijemput oleh masinis kereta. Begitu pun kami, aku dan dua orang kawanku, Adit dan Ihsan, kami adalah kawan satu kampus di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Hari ini kami akan memulai perjalanan dalam rangka pencarian data untuk skripsi kami. Tidak tanggung-tanggung penelitian yang kami lakukan berlokasi di Pulau Sulawesi, tepatnya di Kabupaten Toraja Utara, lebih tepatnya lagi di Pasar Bolu Rantepao.


Alih-alih penelitian, aku lebih senang menganggap ini sebagai “Petualangan”. Ya, penelitian sebagai petualangan dan petualangan sebagai penelitian. Sehingga aku tidak akan merasa bosan di tengah jalan. Dan jika bagi mahasiswa lain gelar S, Pt. Berarti Sarjana Peternakan, bagi kami S,Pt. ini adalah singkatan dari Sarjana Petualang.

Kembali lagi ke cerita, kota pertama yang akan kami singgahi adalah Surabaya, ya, Kota Pahlawan dengan lambang Hiu dan Buaya. Untuk sampai ke Surabaya dari Bandung sendiri kami harus melalui jarak sekitar 680 kilometer. Berhubung kereta yang kami gunakan adalah KA Pasundan kelas Ekonomi, mau tidak mau kita harus duduk manis dengan pantat manas kurang lebih 15 jam. 

Suasana di kereta hampir selalu sama, orang-orang yang duduk, jalan-jalan, curi-curi kesempatan merokok saat istirahat, tangisan bayi, pemandangan indah, dll. Namun ada satu hal yang hilang dan kurindukan. Teriakan para pedagang asongan. Sekarang mereka sudah dilarang, hanya pedagang makanan resmi  dari PT.KAI yang berjualan. Aku rindu teriakan pedagang Mizone, yang menurutku bisa menjadi patokan dan indikator sudah sampai di kota manakah kita. Semisal jika di Bandung, teriakan pedagang Mizone ini adalah “Mizon! Mizon!”, lalu sudah mau keluar dari Jawa Barat teriakannya berubah menjadi “Mijon! Mijon!”, kemudian sampai Jawa Tengah menjadi “Micon! Micon!” dan terakhir sesampainya di daerah Jawa Timur menjadi “Mison! Mison!”. Ah, rindunya.

Read More....
Pura Besakih dan Ibu-Ibu Misterius
edit

Pura Besakih dan Ibu-Ibu Misterius



Entah sudah berapa Pura yang aku lihat di Pulau Bali. Ah banyak, males ngitungnya. Kesan pertamaku saat melihat pura adalah: indah, sangat indah, seolah kita kembali di zaman kerajaan.

Menurut orang-orang sih jumlah Pura yang ada di Bali ini sampai belasan ribu. Ga percaya? Sok itung sendiri!

Tapi ada satu Pura yang benar-benar membuat aku harus bilang wow gitu, dan Pura ini adalah.... Jengjengjeng.... Pura Besakih. Inget ya, Besakih, bukan Kekasih. Ah dasar jomblo! Hahaha

Pura Besakih ini ada di daerah Karangasem, tepat dibawah Gunung Agung. Pura ini merupakan komplek Pura yang terdiri atas lebih  dari 50 Pura di dalamnya. Pura Besakih ini merupakan salah satu anggota dari Sad Kahyangan, yaitu enam pura terkenal dan paling suci di Bali. Selain Pura Besakih, anggota dari Sad Kahyangan ini antara lain ada Pura Uluwatu, Pura Jagat, Pura Batukaru, Pura Lempuyang Luhur, dan Pura Pusering Jagat.

Read More....
Pendakian Gunung Agung via Jalur Embung
edit

Pendakian Gunung Agung via Jalur Embung

Sinar rembulan menemani kami sepanjang perjalanan. 
Kelap-kelip bintang terlihat seperti ikut menyemangati.

Oke. Ini sudah jam 11 malam, dan kami baru memulai pendakian. Menyingkirkan kantuk, berusaha mencapai puncak walau tenaga terus terkeruk. Halo 3.142 mdpl, kami akan segera datang. Tunggu kami, Gunung Agung.

Diiringi dua orang guide, yang walaupun kami tak ingin bersama mereka, tapi peraturan disini mewajibkannya. Ah, dasar, kurasa sudah terjadi koalisi antara polisi dan para wakamsi. Bayangkan, kami yang sedang ingin menikmati alam Indonesia harus merogoh kocek dulu sampai 1,1 juta. Biaya untuk seorang guide disini adalah 550rb, dan 1 orang guide berlaku untuk 4 orang pendaki, jikalau pun ada yang mendaki sejumlah 5 orang, maka tetap dihitungnya mereka harus menggunakan jasa 2 orang guide. Menyebalkan bukan? Itu lah yang kami rasakan. Sebenarnya harga normal untuk 1 orang guide adalah 400rb, namun karena saat itu sedang sepi pendaki, jadi ya.... mengertilah. Pedahal kami rasa satu guide pun cukup, karena ini juga bukan kali pertama kami mendaki gunung.

Aturan mengenai diwajibkannya pendaki menggunakan jasa guide ini sudah dimulai dari sekitar tahun 2008, yaitu saat ada pendaki yang tersesat dan hilang di Gunung Agung. Kebetulan, pendaki yang hilang itu pun berasal dari Bandung. Adat disini juga mengatakan jika ada pendaki yang hilang atau tewas saat mendaki Gunung Agung, maka harus dilakukan upacara pembersihan gunung yang memakan biaya hingga ratusan juta. Itulah mengapa harga guide disini cukup mahal, karena sebagian biayanya dipakai untuk upacara.
Selain tentang biaya, masih ada hal yang mengecewakan bagi kami. Soal jalur pendakian, rencana awal kami untuk mendaki gunung ini adalah Jalur Pura Besakih, yaitu jalur yang umumnya digunakan para pendaki untuk mendaki. Tapi, ternyata guide itu malah mengarahkan kami ke jalur lain saat  kami sudah sampai di Pura Besakih, kami pun dibawa ke tempat lain yang kemudian kami kenal sebagai Jalur Embung. Pedahal sebelumnya kami sudah deal untuk mendaki via Pura Besakih. Ya sudahlah.

Memang ada beberapa pantangan yang harus diperhatikan saat kita mendaki Gunung Agung. Satu, tidak boleh membawa barang atau perhiasan yang terbuat dari emas. Dua, tidak boleh membawa makanan yang berasal dari sapi. Tiga, tidak boleh melakukan pendakian saat sedang berlangsung upacara keagamaan di Pura Besakih. Oke, semuanya kami lalui.

Read More....
35 Hari di Desa Tiga, Bangli, Bali
edit

35 Hari di Desa Tiga, Bangli, Bali

Entahlah, ini mimpi atau halusinasi, tapi kurasa ini sudah terjadi. Pada saat aku mengetik ini, aku sudah mewujudkan salah satu dari puluhan mimpi, yaitu bisa menginjakkan kaki di Pulau Bali. Bukan sekedar satu atau dua hari, tapi aku tinggal di Bali selama tiga puluh lima hari! Wow! Sebuah pengalaman yang sulit dipercaya, bahkan oleh diriku sendiri.

Sungguh, belum pernah sebelumnya aku membayangkan bisa tinggal di suatu pulau yang katanya sih.... Salah satu tempat terindah di dunia. Aku pun berani bersumpah, aku ke Bali bukan karena Pantai Kuta, Legian, Gunung Agung, atau apa pun lah! Karena sesungguhnya aku bisa ke Bali oleh karena seseorang yang bernama Kadek, tepatnya I Kadek Budiartawani. Dialah orang Bali pertama yang pernah menelponku dan mengizinkan aku untuk bekerja/magang selama kurang lebih satu bulan di peternakan miliknya, yaitu peternakan ayam petelur dan sapi bali.

Pak Kadek ini merupakan seorang mantan "Perbekel" alias kepala desa di sebuah Desa yang bernama Desa Tiga. Desa ini termasuk Desa Adat, yaitu desa dengan kehidupan yang bisa dibilang masih jauh dari modern dan masyarakatnya masih kuat dalam memegang adat istiadat serta tradisi setempat. Desa ini terletak di Kabupaten Bangli, yaitu satu-satunya kabupaten di Bali yang tidak memiliki batas wilayah berupa laut. Batas dari kabupaten ini adalah gunung-gunung yang berdiri tegak seperti benteng yang senantiasa melindungi wilayah ini, dan mereka adalah Gunung Batur, Gunung Abang, dan juga Gunung Agung. Gunung-gunung ini lah yang membuat cuaca di Desa Tiga ini terasa begitu sejuk, hampir sama seperti kota kelahiranku, Bandung.

Selama tiga puluh lima hari disana, aku dan delapan orang temanku tinggal di sebuah bangunan yang bernama Bale Loji. Bale Loji ini merupakan satu dari beberapa bagian rumah khas Bali. Ada banyak hal unik yang aku lihat di Bale Loji ini, ada kayu jati yang sudah diukir sedetail mungkin, serta batu khusus yang dipahat sedemikian rupa sehingga membuat aku kagum dan tertarik untuk mengabadikannya.
Read More....
Papandayan, Pesona Ketinggian Kota Intan
edit

Papandayan, Pesona Ketinggian Kota Intan

Garut Sang Kota Intan,
Bukan tentang dodol dan semua jenis makanan,
Bukan tentang domba garut dan semua peliharaan,
Ini tentang keindahan,
Keindahan tersembunyi diatas ketinggian,
Panggil saja Gunung Papandayan.

Ya, tidak jauh dari pusat kota Garut, mungkin sekitar 1-2 jam, ada sebuah gunung yang juga merupakan tempat wisata terkenal bernama Gunung Papandayan. Terletak di daerah Cisurupan, kita bisa menuju kesana menggunakan minibus. Tidak begitu mahal, kita turun tepat di gerbang masuknya, dari sana kita bisa menggunakan pick-up (colt terbuka) untuk sampai ke pos pertama pendakian.

Ketinggian gunung ini diperkirakan sekitar 2.665 mdpl. Untuk mencapai puncaknya jalan yang harus dilalui adalah jalan coral dan batuan, tidak banyak vegetasi, memang gunung ini termasuk gunung berapi yang masih aktif. Waktu yang diperlukan untuk sampai puncak adalah sekitar 3-4 jam.

Walaupun gersang, ada banyak pemandangan indah yang cocok bagi mereka yang menyukai fotografi, sebelum mencapai puncak pendaki akan melalui kawah, atau pun sungai yang tidak begitu deras. Selain itu, ada juga sebuah tempat indah yang dikenal sebagai hutan mati, ada banyak pohon yang kering dan mati karena tidak mendapat asupan air dan suhu di daerah itu pun panas serta gersang.

Waktu tempuh dari hutan mati menuju puncak ini sekitar 1 jam perjalanan. Namun puncak gunung ini tidak bisa digunakan sebagai tempat camp, untuk mendirikan tenda ada sebuah tempat khusus yang juga tak kalah indahnya, tempat itu adalah Pondok Saladah, sekitar 30 menit dari Hutan mati. Di pondok saladah ini bisa ditemukan banyak tanaman eidelweiss yang mengelilingi pondok ini.

Untuk turun menuju pos awal ada jalur lain yang berbeda dengan jalur pendakian. Di perjalanan turun bisa ditemukan sebuah air terjun kecil dengan sungainya yang tidak begitu deras. Waktu yang dibutuhkan untuk turun sampai ke pos 1 adalah sekitar 2 jam perjalanan.

Di pos 1 sendiri kita bisa istirahat karena terdapat banyak warung, serta bagi pendaki yang ingin membeli souvenir atau kenang-kenangan dari Gunung Papandayan pun ada disini. Dari pos 1 ini kita perlu menaiki mobil bak terbuka lagi untuk sampai ke jalan raya Cisurupan.

Gunung Perawan dari Bandung
edit

Gunung Perawan dari Bandung

Jangan berfikir negatif dulu! Apalagi nyampe mikir mesum! Gunung perawan disini bukan seperti gunung yang ada di otak kalian, tapi memang gunung asli yang bisa dibilang masih perawan, karena memang, gunung ini begitu indah, masih jarang dijamah oleh manusia, dan bahkan tidak banyak orang yang tau tentang gunung ini.

Langsung aja, mau tau gunung apa yang dimaksud kan? Jeng...jeng...jeng.... Dan nama gunung ini adalah....

GUNUNG RAKUTAK!

Whaaat?? Rakutaaak??? Mungkin namanya terdengar begitu lucu, ya minimal bisa bikin kalian tersenyum lah.. Walaupun sedikit :)

pemandangan dari atas Gunung Rakutak


Nama asli dari Gunung ini memang Gunung Rakutak, tanpa rekayasa ataupun manipulasi. Namanya terdengar culun.... Tapi jika kau sudah mendaki ke puncaknya.... Kau akan memohon ampun, karena sudah berfikir kalau nama gunung ini begitu culun!

Read More....
Solidaritas Backpacker!
edit

Solidaritas Backpacker!

Hampir satu jam sudah kaki saya bergetar menahan rasa pegal, berdiri diatas kereta dengan rasa lapar dan dahaga yang kian tak tertahankan. Malam ini saya sedang berada diatas Kereta Api Malabar yang hendak menuju Jogjakarta, sebuah kota cantik yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Bersama enam orang teman lainnya, kami nekad melakukan sebuah perjalanan yang kini orang-orang kenal sebagai backpackeran.

Perkenalkan, kami adalah sekumpulan siswa kelas dua Sekolah Menengah Atas dengan rasa penasaran dan jiwa petualang yang tak berbatas. Kami menyebut diri kami sebagai UBLAG yang merupakan singkatan dari Ujung Berung Land Adventurer Genk. Kebetulan kami sekolah di SMAN 24 Bandung, sebuah sekolah kecil yang terletak di Jalan Ujung Berung, Bandung.

Pada hari ini sampai seminggu ke depan kegiatan belajar mengajar di sekolah akan diliburkan. Para siswa kelas tiga saat itu sedang menjalani sebuah ujian wajib bernama Ujian Nasional. Sebagai bentuk solidaritas kami sebagai adik kelas, kami pun ikut melakukan ujian yang bernama Ujian Nasionalisme, dimana kami wajib menunjukkan rasa nasionalisme kami. Cara kami untuk menunjukkan rasa nasionalisme kami itu adalah dengan berjalan-jalan untuk mengenal lebih jauh negeri kami, Indonesia!

Read More....
Ciremai, Si Cantik yang Mistik
edit

Ciremai, Si Cantik yang Mistik

Sore mereka terbuat dari rasa harap harap cemas menunggu elf menuju Majalengka. Saksi bisu kecemasan mereka adalah rumah makan padang tempat mereka menunggu, jika rumah makan itu tidak bisu, dia pasti sudah tertawa terbahak melihat mereka. Tingkah mereka sudah tak karuan! Ada yang ngelamun, ngemil, tidur, hujan-hujanan, bahkan ada yang sampai godain orang. Mereka disini adalah enam orang anggota Unit Kenal Lingkungan (UKL) dan satu lagi adalah bukan, jadi mereka adalah tujuh. Kalau mau tau, tujuh orang tersebut bernama Didan, Rizqa, Iwa, Bill, Gandi, Rega, dan Ventus.

Oh iya lupa bilang, mereka ini hendak menuju ke Gunung Ciremai. Secara administratif Gunung ini terletak diantara tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Majalengka. Ketinggian 3.078 meter diatas permukaan laut menjadikan gunung ini sebagai gunung tertinggi di Jawa Barat. Tujuan mereka ke Gunung Ciremai ini adalah untuk sebagai persiapan mereka ke Gunung Tambora, untuk latihan fisik, latihan navigasi darat, dan mengenal gunung tipe stratovolcano.

"Stratovolcano, juga dikenal sebagai gunung berapi komposit, ialah pegunungan (gunung berapi) yang tinggi dan mengerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras" - Om Wikipedia

Setelah sekitar satu jam menunggu, sekitar maghrib, akhirnya elf yang mereka tunggu pun datang juga. Mereka teriak kegirangan, sampai mereka sadar bahwa elf tersebut sudah penuh. Mereka sadar kalau mereka ada tujuh orang. tapi mereka juga sadar, susah untuk mendapat elf yang menuju ke Terminal Maja di Majalengka. Mereka kebingungan, ada elf galau, ga ada elf apalagi, tapi knek (kondektur) elf ini tidak tinggal diam. Dia bergegas melobi kami dan meyakinkan kami bahwa elf itu masih muat untuk tujuh orang. Yaa, apa boleh  buat mereka bertujuh pun mencoba dulu.

"Bu geseran ke sebelah sana sedikit lagi" ,"Pa itu kursinya bisa buat empat orang" ... ya, begitulah kira-kira knek itu memperjuangkan mereka (lebih tepatnya memperjuangkan ongkos-ongkos dan uang yang akan diterima dari mereka) Hampir 10 menit knek itu mengatur strategi dan formasi agar elf itu bisa menampung para pendaki itu.

Beginilah kira-kira formasinya:

- Rega : duduk di depan bersama tiga orang lainnya (jadi di depan elf itu ada empat orang termasuk supir)

- Iwa dan Rizqa : berdiri deket knek di lawang pintu elf

- Bill : duduk berdesakan di deket pintu

- Didan : duduk di antara nenek-nenek dan orang gendut yang pelit berbagi kursi (bisa dibilang sih jongkok)

- Gandi dan Ventus : duduk di atas elf bersama carriel-carriel mereka yang diikat di atas elf


Menyedihkan memang, mereka harus tetap dalam kondisi seperti itu sampai beberapa jam ke depan. Saat ada penumpang yang turun adalah saat-saat yang membahagiakan bagi mereka. Satu persatu penumpang pun turun, sampai akhirnya mereka bertujuh bisa duduk nyaman di dalam elf itu. Melelahkan, mereka pun ngemil dan sesekali tidur sampai akhirnya elf sampai di Terminal Maja jam 20.50 WIB, hampir tiga jam mereka di elf itu.

Turun dari elf itu adalah surga tersendiri bagi mereka, mereka pun melakukan stretching untuk memulihkan otot-otot mereka yang pasti tersiksa selama perjalanan di ellf, dilanjut dengan makan disebuah tempat makan sederhana berbentuk seperti angkringan. Mereka makan seperti orang yang baru beres survival berhari-hari di tengah hutan, rakus! Pedahal mulai mendaki aja belum.

Malam itu mereka habiskan dengan bersantai ria diselipi sedikit briefing dan persiapan untuk pendakian ke Gunung Ciremai esok pagi. Oh iya, mereka beristirahat di sebuah Mushola dengan ukuran sekitar  4 x 4 meter, yang dilengkapi WC yang kurang bersih, bukan masalah sih. Walaupun mereka tau mereka harus bangun besok pagi, tapi tetap saja mereka begadang, ya tapi begadang mereka itu ada gunanya, sepanjang malam mereka memasak, menyiapkan peta, dan juga membagi jadwal piket untuk jaga barang di malam hari.   Mereka bergantian piket setiap dua jam sekali, dan kalau dihitung-hitung setiap orang hanya  jatah tidur sekitar empat jam. Lumayanlah ~
Read More....
Stupid Backpacker (Edisi Jogja)
edit

Stupid Backpacker (Edisi Jogja)

Stasiun kereta api lagi. Stasiun Kereta Api Bandung tepatnya. Mereka sudah disana sejak pukul 17.27 WIB (Waktu Indonesia Barudak). Mereka disini mengarah pada tiga orang pemuda yang sudah bersahabat dari masa SMA; Didan, Dicky, dan Qibul. Katanya sih pada mau ke Jogja, backpackeran. Tapi masa backpackeranya pake kereta bisnis sih, mahal, harganya empat kali lipat harga tiket kereta ekonomi. Pfft. Suruh siapa ngedadak sih. Hobi banget ngedadak. Masa besoknya mau berangkat, eh sore nya baru beli tiket. Tapi gak apa apa lah, prinsip mereka kan "waktu buat bisa maen bareng lebih susah dicari daripada uang". (Ah, nyari uang apaan, orang pada minta ke orang tua nya).

Ada waktu sekitar tiga jam untuk menunggu kereta datang menjemput mereka dan orang-orang yang mempunyai karcis yang sama dengan mereka, masih lama. Oh iya, mereka pergi ke stasiun diantar oleh supir pribadi mereka, Aris. Dia tadinya mau ikut, tapi karena ada job nyupir lain, jadi aja gak ikut. Mereka memulai petualangan mereka dengan belanja di mini market di dalem stasiun, dilanjut dengan makan di rumah makan padang deket stasiun. Ah, perut terus yang mereka urusin, mungkin karena ada siluman perut disitu, si Qibul.

Suasana saat itu sungguh riang gembira, adil dan makmur, juga nyaman serta tenteram, rasa-rasa nya bau nasi kucing sudah menggerayangi mereka. Namun ke-riang gembira, adil dan makmur, juga nyaman serta tenteram-an itu pun tiba-tiba sirna saat sebuah panggilan masuk ke dalam handphone Qibul. Ternyata itu panggilan dari pacarnya!

Qibul mulai menjauh dari teman-temannya, mencari tempat yang lebih hening untuk mengobrol, lama, Qibul ga balik-balik lagi. Temannya yang lain pun mencari Qibul karena penasaran. Muka Qibul nampak tegang, memerah, dan keringat dingin. Kelihatanya sih dia lagi berantem sama pacarnya, ternyata emang iya lagi berantem. Kasian, badan besar memang tidak menjamin seseorang itu tangguh, seperti Qibul, terlihat tangguh pedahal mah rapuh. Uuuuhh.

Sudah hampir setengah jam Qibul ngegumel di handphone nya, belum juga beres juga, Didan pun datang menghampiri. Didan menyuruh Qibul shalat dulu, panggilan diambil alih oleh Didan. Tapi taunya Didan yang mencoba menenangkan malah ikut dimarahi pacarnya Qibul, gimana ga kesel meureun ya. Teleponnya ga mau ditutup sama pacarnya Qibul, udah aja Didan puterin lagunya Last Child yang judulnya Pedih ke pacarnya Qibul lewat telpon, niatnya sih biar tenang dulu, itung-itung nada tunggu lah. Eh, taunya tambah marah pemirsaaa!!

Telepon pun kembali diambil alih oleh Qibul, setelah Shalat muka Qibul nampak lebih terang, seterang lampu OSRAM (yang bintang iklannya itu Drakula hihi). Setelah sekian lama komat kamit di telepon lagi akhirnya Qibul beres juga teteleponanya. Yang lain pun penasaran dengan apa yang terjadi diantara Qibul dan pacarnya. Ternyata Qibul lupa kalau hari itu dia punya janji buat ketemu sama pacarnya itu, ah dasar, ternyata badan besar juga tidak menjamin ingatan kuat. Tapi gak apa-apa untungnya, perjalanan  ke Jogja pun tetep jadi.

Jarum pendek jam pun sudah berada ditengah angka 8 dan 7. Ini berarti sebentar lagi kereta akan datang menjemput mereka. Mereka akhirnya masuk ke ruang tunggu stasiun, takut ditinggalin kayanya. Tapi sebelum masuk, mereka belanja makanan lagi, dasar. Akhirnya setelah beberapa lama menunggu, kereta pun datang. Mereka naik kereta dengan tertib dan lancar, tidak seperti di film 5 cm, yang sampai si gendutnya harus lari-lari dulu buat ngejar kereta yang udah maju. Yang paling gendut diantara mereka itu adalah si Qibul, kebayang aja kalau si Qibul yang ngejar ngejar keretanya kaya si Ian di film 5 cm. Untungnya waktu itu mereka belum tau tentang 5 cm, jadi intinya ini ga penting.

Petualangan pun dimulai. Tidak ada hal yang benar-benar seru atau pun menarik selama di kereta bisnis. Yang menarik hanya satu, si Kondektur yang 'menarik', menarik karcis kereta dari para penumpang. Fyuuh. Selama di kereta itu, mereka hanya diam, ketawa-ketawa, dan bergeje ria, tapi lebih banyaknya sih tidur. Qibul juga kelihatannya masih galau, mungkin karena dua hal, mikirin pacarnya atau mikirin perutnya yang laper.

Setelah lebih kurang delapan jam duduk, akhirnya mereka sampai juga di Stasiun Tugu, Jogjakarta...

Hari ke-1 di Jogja

Turun dari kereta, mereka langsung melakukan ritual yang sudah umum dilakukan orang-orang saat turun dari kereta, ke toilet. Ditambah sedikit peregangan otot-otot yang kebanyakan disfungsi selama di kereta. Ternyata, hari masih subuh. Oh iya, ini kan kereta bisnis, bukan ekonomi, jadi datengnya sesuai jadwal, ga kaya ekonomi yang suka nunggu kereta lain. Pada akhirnya mereka mencari mesjid dulu buat ngecas sekalian Shalat, eh kebalik, buat Shalat sekalian ngecas.
Read More....
Pengibaran "Sang Saka" di Puncak Cikuray
edit

Pengibaran "Sang Saka" di Puncak Cikuray

Cerita ini adalah cerita based on a true story dari tiga orang pemuda haus cinta ketinggian asal Bandung, lebih spesifiknya lagi SMAN 24 Bandung, sebut saja mereka Didan, Dicky, dan Toro. Tapi sebelum masuk ke inti cerita, kita baca dulu biografi super singkat mereka....

Didan
Bercita-cita kuliah di Jurusan Pertambangan dan sekarang sedang berkuliah di Jurusan Peternakan (nah loh?). Hobi mendaki hati gunung, di kampusnya aktif berorganisasi. Dia juga mengikuti sebuah organisasi pecinta alam, tetapi daripada disebut 'pecinta alam', dia lebih senang disebut 'penikmat alam', karena nama pacarnya bukan alam (nah loh lagi?)

Dicky
Bercita-cita kuliah di ITB dan sekarang sedang melanjutkan kuliah di IT-nas (ga beda jauh lah ya haha). Baru sekali mendaki gunung, tapi itu juga langsung ke Gunung Lawu di Jatim. Dia punya dua misi utama dalam petualangan ini: 1. Ngetes carriel barunya ; 2. Mau ngucapin happy birthday buat pacarnya di atas puncak gunung. Bisa dibilang so-sweet sih, tapi lebih pantes dibilang so-banget.

Toro
Kuliah di UPI (Universitas Pendakian Pendidikan Indonesia). Motto hidupnya adalah "jangan sampai kuliah mengganggu main", karena yang dia ceritakan selama kuliah sih kebanyakan tentang mainnya, main ke pantai ini lah... naik ke gunung itu lah.... ya pokonya mah main lah. Oh iya, pengalaman pendakian Toro adalah yang paling banyak diantara mereka bertiga.

Oke cukup sekian dulu biografi super singkatnya, langsung aja kita ke ceritanya....

Jadi kisah ini dimulai saat negara api kejenuhan mulai menyerang mereka bertiga. Entah kenapa dan entah siapa yang memulai tiba-tiba terpikir oleh mereka untuk mendaki gunung, biasa aja sih, tapi ceritanya ini tuh lagi bulan puasa, ngedadak juga, ya maklumlah pemuda. Tadinya Didan ingin melakukan petualangan ke Bromo, disana lagi mau ada ritual Yadnya Kasada, tapi ternyata gajadi karena masalah perizinan dan perdompetan, mulailah dia mencari pelampiasan. Pada awalnya Gunung Papandayan menjadi target pelampiasannya, dan pada akhirnya Gunung Cikuray lah yang beruntung menjadi objek pelampiasan mereka.

Sekilas Info: Gunung Cikuray adalah gunung tertinggi di Garut, dan tertinggi keempat di Jawa Barat, ketinggiannya 2818 mdpl.
Singkat cerita perjalanan pun dimulai, tadinya Didan hanya akan pergi berdua bersama Dicky, tapi karena beberapa alasan (intinya sih takut sisi kehomoan Dicky kambuh), akhirnya kita pergi bertiga, ditambah Faizal a.k.a Toro. Titik Equilibrium kita adalah di Pom Bensin Al-Masoem di Cikalang, Cileunyi. Sekilas info lagi, persiapan pada waktu itu bisa dibilang masih 87,89364 % lah, tinggal beli makanan buat safety food. Perlengkapan ransum ini kita lengkapi di perjalanan, istilah kerenya sih completing by doing (kepepet). Kita berangkat ditemani dua motor peliharaan Didan dan Dicky. Oh iya, di jalan juga kita tidak lupa membeli bendera Merah Putih buat dikibarin di puncaknya gitu (biar keren ceritanya mah).

Setelah sekitar dua jam di perjalanan, kita pun sampai di Kecamatan Cilawu, disini ada desa terakhir sebelum naik ke Gunung Cikuray yaitu Desa Dayeuhmanggung. Jalur via Cilawu ini juga merupakan jalur teraman dan paling umum dilalui pendaki, dibandingkan dua jalur lainnya; Cikajang dan Bayongbong. Dari desa itu kita terus melanjutkan perjalanan dengan motor sekitar satu jam sampai akhirnya sampai di Stasiun Pemancar TV. Jalurnya koral, licin dan cukup terjal. Jangan heran kalau kalian disini ada yang jatuh.
Read More....
Lorem Ipsum
edit

Lorem Ipsum

Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Vestibulum tortor quam, feugiat vitae, ultricies eget, tempor sit amet, ante.
Read More....