edit

Subang Indramayu Cuma Seribu


Akhir-akhir ini aku sering melihat dan juga membaca mengenai tulisan para travel writer yang sepertinya saling berlomba untuk pamer siapakah yang bisa traveling ke suatu tempat dengan harga seminimal mungkin. Sebagai contoh: “Keliling Yogyakarta 200 Ribu Aja” , “Bandung-Singapura 500 Ribuan” , “1 Juta Jelajah Korea” , dan sebagainya. Tulisan mereka ini memang keren, membuat aku penasaran untuk bisa mencobanya.

Sampai sekarang ini aku memang masih belum bisa mengikuti jejak mereka. Belum kesampaian. Tapi, hari Minggu kemarin ternyata aku mendapat sebuah pengalaman baru yang aku rasa aku harus menceritakannya ke orang-orang. Memang tidak se-wah atau se-heboh seperti judul cerita diatas, tapi kurasa ini patut dicoba, apalagi ini ada di negeri kita sendiri, Indonesia. Minimal kita tau lah.

Jadi pada saat itu aku sedang berjalan-jalan di Pantai Kalapaan Subang, kebetulan aku sedang melaksanakan KKN di Desa Rancadaka, sekitar 8 km dari pantai itu. Aku berjalan bersama dua orang rekanku, Arif dan Andrian, awalnya kami hanya iseng-iseng saja membunuh waktu. Saat sedang berjalan-jalan tanpa sengaja kami melihat sekumpulan orang-orang yang sedang mengantri. Karena penasaran maka kami pun menghampirinya. Terlihat orang-orang yang menyebrangi sungai dengan menggunakan perahu rakit.

Kami pun masuk ke antrian, ikut berbaris, kami masih belum tau sebenarnya kemana kami akan pergi. Setelah menunggu sekitar beberapa menit akhirnya tiba giliran kami, kami pun bergegas naik ke atas perahu rakit. Setelah naik aku sempat bertanya pada seseorang yang ada di rakit itu mengenai tempat disebrang, ternyata tempat yang ada disebrang kami adalah Desa Ujung Gebang, masuk ke wilayah Indramayu. Sementara tempat kami menyebrang masih termasuk wilayah Subang, yaitu Desa Terungtum. Ternyata sungai ini merupakan perbatasan antara Subang dan Indramayu. Wow!

Read More....
edit

Pesta Laut di Pantai Kalapaan


Seperti biasa, jam 5 pagi hp-ku suka berteriak-teriak sendiri, mungkin dia kesurupan, atau mungkin cari perhatian, ingin ditemukan untuk kemudian disentuh dan disuruh diam. Yap, pedahal aku sendiri yang sudah menyuruh dia untuk berteriak di jam segitu supaya aku bangun. Oh, alarm.

Mataku mulai kupaksa untuk terbuka, segel berupa belek-belek yang mengelilingi mataku pun mulai berjatuhan. Kulihat sekitar, para perjaka yang tidur di lantai walaupun ada cukup banyak kasur di tempat ini. Juga tubuh penuh keringat mereka yang hanya tertutup celana. Mereka seperti ikan yang siap dibakar.

Sudah hampir satu jam sejak hp-ku berteriak, kubuka pintu rumah sewaan ini, silau. Kuberjalan disekitar sambil sedikit melakukan peregangan badan. Tidak ada gunung sepanjang mataku melihat, hanya sawah kering dan pohon kelapa. Ah, hampir saja aku lupa, aku sedang tidak di Bandung. Sekarang aku sedang ada di Subang, yang baru aku kenal selama 3 hari. Jujur saja, aku baru tau ada Subang yang seperti ini, yang ku tau sih Subang itu dingin, tidak jauh beda dengan Bandungku. Subang disini panas, seperti Jakarta juga Jogjakarta, pagi-pagi saja sudah hareudang.

Subangku saat ini adalah Subang yang cukup jauh dari peradaban. Jalananya masih banyak bebatuan. Kalau kata Camatnya sih, jalanan disini itu baik, suka memberi kita pahala, karena setiap kita melaluinya kita akan lebih sering menyebut nama Tuhan, “Astaghfirullah!”.

Subangku saat ini juga adalah Subang yang gersang. Sinyal hp pun sering menghilang. Kebersihan lingkungannya pun kurang. Sing sabar, jang!

Read More....
edit

Sunset dan Monyet



Langit selalu menjadi objek yang menarik untuk diabadikan. Senja mempunyai pesona yang membuatorang selalu ingin mendapatkannya. Gradasi warna langit oranye dan biru menjadikan monyet dan Pura Uluwatu tampak sempurna untuk dijadikan siluet.

Foto ini diikutsertakan dalam: http://thelostraveler.com/turnamen-foto-perjalanan-ronde-45-siluet/