edit

Selamat Bertemu Ibu, Orangutan Jabrick!

Hari itu adalah hari ke-27 aku berada di Pulau Kalimantan. Setelah menempuh kurang lebih 30 jam perjalanan, akhirnya tibalah aku di Hutan Labanan. Perjalanan ini memang terbilang sangat lama dan melelahkan, karena memang kami melalui jalur daratan. Apalagi sebelumnya aku mengikuti Tim COP yang me-rescue dua ekor orangutan, Septy dan Njoto, yang ditampung di BKSDA akibat keluar dari hutan.  Indahnya pemandangan selama perjalanan membuat rasa lelahku hilang perlahan, dan yang terpenting, hari ini aku sudah menginjakkan kaki di Hutan Labanan. Yeay! Menyenangkan!

Pagiku ini diawali dengan sarapan dan perkenalan. Aku memperkenalkan diriku sebagai Didan, seorang relawan yang numpang hidup disini untuk beberapa bulan kedepan. Selain ikut membantu kegiatan Sekolah Hutan, belajar tentang orangutan, juga akan melakukan sebuah penelitian. Semoga semua yang ada disini bisa berkenan.

Selesai perkenalan, kami pun lanjut sarapan. Tak terasa jarum pendek di jam sudah hampir menunjuk angka sembilan. Ini sudah waktunya memberi makan para hewan. Aku mengikuti para animal keeper menyusuri jalan, sambil membawa buah-buahan untuk pakan. Butuh waktu sekitar lima menit untuk berjalan dari mess ke perkandangan. Tentu saja jalan tanah dan bebatuan.

Ada dua blok kandang orangutan yang ada di Pusat Rehabilitasi Orangutan milik COP. Blok Kandang 1 yang terdiri dari 5 orangutan yang sudah dewasa dan berukuran besar, serta Blok Kandang 2 yang ditempati 10 orangutan yang berukuran sedang dan kecil. Saat itu aku ikut membantu membersihkan kandang dan memberi makan orangutan yang ada di Kandang 1.

Ternyata di kandang, ada satu orangutan yang membuat aku tertarik. Kurasa dia unik, wajahnya cantik, walau badannya tidak lebih besar dari seekor itik. Namanya Jabrick.

Jabrick ini ukurannya paling kecil diantara semua orangutan di Hutan Labanan. Kukira usianya baru satu atau dua tahunan. Awalnya pun kukira dia jantan, ternyata dia perempuan. Tingkah lakunya menggemaskan. Sepertinya dia orangutan yang menyenangkan. Hari itu kami bersalaman, berkenalan, dan sudah kuanggap Jabrick sebagai teman. Semoga Jabrick pun bisa menerimaku sebagai kawan.


Aku pun mencari tahu tentang Jabrick lebih jauh. Ternyata sejak bayi dia sudah rapuh. Ibunya dibunuh, oleh para manusia kejam berhati setan, yang kurasa mereka tidak hadir di hari pembagian otak oleh Tuhan.

Selama minggu pertamaku di Labanan, setiap hari aku ikut membantu membersihkan kandang, memberi pakan, dan beberapa kali ikut sekolah hutan. Setiap hari pula aku memperhatikan si mungil Jabrick. Tidak butuh waktu lama bagi dia untuk membuat manusia jatuh hati padanya. Kurasa dari semua orangutan yang ada disini, hanya Jabrick lah yang menerapkan “table manner” setiap kali makan. Jika orangutan lain makan dengan berantakan dan sering membuang makanan, Jabrick ini tidak. Dia makan dengan sangat rapi, dikupasnya kulit-kulit buah itu, lalu dimakanlah buahnya sampai benar-benar habis. Begitu pun saat dia minum susu, walaupun pelan, tapi dipastikan susunya habis. Namun sayang, karena ukuran badannya mungil, sering kali dia di-bully oleh orangutan lain dan makanannya diambil.

Di sekolah hutan pun Jabrick adalah salah satu siswi yang cerdas dan mengesankan. Walau dia memanjat pohon dengan sangat pelan, tetapi bisa sampai 10-20 meteran. Terkadang dia naik sampai ke ujung tertinggi pohon dan tidak mau turun sampai akhirnya para animal keeper memancingnya dengan susu agar dia mau turun. Masih terngiang di telingaku teriakan-teriakan itu “JABRIIIIIIICKK SUSUUUU!!” “JABRICKK TURUN!!” “JABRIIICK AYO PULANG KE KANDAANG!!”. Bahkan tidak jarang sang keeper harus ikut memanjat pohon untuk menjemput Jabrick pulang.

Memasuki minggu kedua bulan November, kulihat ada yang aneh dengan Jabrick. Kurasa bukan aku saja yang sadar dengan keadaan ini. Nafsu makan Jabrick sepertinya menurun, pergerakannya pun semakin laun. Benar saja, saat itu Jabrick langsung dikeluarkan dari kandang untuk selanjutnya diperiksa oleh Dokter Imam. Kondisinya saat itu masih naik turun. Jabrick pun terpaksa harus bulak-balik kandang dan klinik untuk mendapat perawatan khusus. Suatu kali sampel darah Jabrick diambil untuk diperiksa keadaannya di laboratorium. Setelah diperiksa akhirnya diketahui bahwa Jabrick terserang malaria. Dia dirawat beberapa hari di klinik, sampai akhirnya bisa kembali ke kandang.

Walapun setelah itu kondisi Jabrick terlihat membaik, tapi sebetulnya Jabrick tidak pernah benar-benar kembali sehat. Dia masih harus bertarung melawan demam, flu, juga diare. Kondisi tubuhnya pun mulai berubah. Bulu-bulu indahnya perlahan terlepas dari tubuh mungilnya. Jabrick pun semakin kurus karena nafsu makannya berkurang. Berbagai treatment dicoba untuk mengembalikan kondisi Jabrick seperti sedia kala. Pernah Jabrick ditempatkan satu kandang bersama Septy yang terlihat memiliki jiwa keibuan. Ini tidak berhasil, walaupun Jabrick bisa memeluk Septy, juga bermain dengannya. Jabrick tetap tidak mau makan, justru makanan untuk Jabrick habis oleh Septy. Pernah juga Jabrick ditempatkan sendirian di kandang, Jabrick tetap tidak mau makan. Terpaksa lah Jabrick harus diinfus beberapa kali di klinik.

Mulai saat itu pun Jabrick menjadi jarang ikut sekolah hutan. Kondisinya memang dirasa mengkhawatirkan. Ditambah lagi saat itu sedang musim pancaroba atau peralihan. Pagi hari bisa saja panas, namun siang turun hujan deras, sore panas lagi, dan malam hujan lagi. Ya, kurasa ini jug salah satu penyebab sakit pada Jabrick. Selama bulan Desember saja Jabrick pernah ikut sekolah hutan beberapa kali, dan dua kali diantaranya dia tidak mau turun dari pohon dan tidak terlihat bersarang di pohon mana. Akhirnya terpaksa Jabrick tidak pulang ke kandang, dan baru dicari keesokan harinya.

Di penghujung tahun 2015, tepatnya tanggal 31 Desember, Jabrick kembali dilarikan ke klinik. 
Kondisinya tak kunjung membaik. Sejak saat itu kami bergantian menjaga dan merawat Jabrick di klinik. Memasuki tahun 2016 pun Jabrick masih dirawat di klinik. Saat itu kami setiap harinya bergantian untuk menjaga dan merawat Jabrick. Selama hampir empat hari aku pun ikut bulak-balik dari camp ke klinik untuk menjaga Jabrick. Memberi makan, memberi dan menyuntikkan obat, memberi susu, membersihkan kandang, memakaikan dan melepas popok, memeluk dan mengajak berjalan-jalan, ya, semuanya aku ikut lakukan agar kondisi Jabrick bisa membaik. Benar-benar seperti mengurusi bayi manusia. Saat itu pun berkat usaha semuanya, kondisi Jabrick menjadi lebih baik, diare dan demamnya hilang, serta sudah mau makan walau masih sedikit. Nice Jabrick!!

Akhirnya aku pun semakin dekat dengan jadwal kepulanganku kembali ke Pulau Jawa. Tanggal 5 Januari 2016 aku sudah turun dari Hutan Labanan ke Kota Tanjung Redeb, walau penerbangan ke Jakarta baru pada tanggal 10 Januari 2016.

Tanggal 10 Januari 2016 pun aku sudah kembali di rumah orangtuaku di Bandung. Seratus tujuh hari di Kalimantan adalah pengalaman yang tak akan terlupakan. Dari perjalananku itu aku belajar sangat banyak hal, terutama mengenai orangutan. Setelah di Bandung pun aku masih terbayang-bayang mengenai kondisi Jabrick sekarang seperti apa, apa dia sudah mau makan, apa dia sudah kembali sekolah hutan, atau dia masih dirawat di klinik. Keterbatasan komunikasi kesana membuat pertanyaaan-pertanyaan itu hanya bisa kujawab dengan doa. Semoga Jabrick bisa ceria kembali seperti semula.

Seminggu setelah kembali ke Pulau Jawa tiba-tiba aku membaca kabar yang membuatku sedih. Dari layar handphone aku mendapati sebuah postingan dari Facebook Centre for Orangutan Protection. Tulisannya panjang, dilengkapi foto yang tidak asing bagiku. Itu adalah foto Jabrick. Tapi… aku cukup kaget ketika mendapati bahwa di foto tersebut ada tulisan ”RIP JABRICK 15-1-16”. Segeralah kucoba untuk menghubungi orang-orang yang ada di Hutan Labanan, tapi sayangnya belum bisa.
Ya, menyedihkan memang, orangutan yang kita anggap paling lucu, orangutan yang menggemaskan itu, ternyata yang harus paling pertama meninggalkan bumi. Orangutan yang diyakini oleh banyak orang akan segera bisa kembali ke alam liar, ternyata semua melebihi prediksi kami. Sekarang dia sudah benar-benar liar, jauh lebih liar dari yang kami bayangkan. Dia sudah bisa kembali ke hutan-hutan di Nirwana untuk mencari ibunya tercinta. Mungkin harapan Jabrick untuk bertemu ibunya lebih besar dari harapan kita untuk melepaskan Jabrick ke hutan.


Terimakasih, Jabrick! Have a good rest in the paradise!

foto by COP

No comments

Post a Comment