Strata
sosial dalam masyarakat Toraja memang dibedakan antara kaum bangsawan dan budak.
Tapi ternyata strata sosial itu tidak hanya berlaku pada manusaia. Suku Toraja
pun membuat strata sosial bagi kerbau. Ya, kerbau bagi masyarakat Toraja memang
termasuk hewan sacral dan disucikan. Dalam memandang kerbau, masyarakat Toraja
memiliki persepsinya masing-masing. Selain memiliki strata dalam status sosial,
masyarakat Toraja pun memiliki strata tersendiri dalam memandang kerbau, adapun
strata itu yakni:
Populer
29.1.16
edit
Upacara Adat di Toraja
Secara
garis besar masyarakat Tana Toraja melakukan dua macam upacara adat, yaitu Upacara
Rambu Solo dan Upacara Rambu Tuka’. Masig-masing upacara memiliki tujuan dan
aturan yang berbeda. Seperti Upacara Rambu Solo diperuntukkan bagi acara
kematian sedangkan Upacara Rambu Tuka’ diperuntukkan bagi acara kelahiran.
Setiap upacara pun memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, namun pada intinya
masyarakat disana tetap menggunakan kerbau sebagai instrument utama dalam
setiap upacara. Kerbau ini digunakan sebagai persembahan yang akan disembelih
dan kemudian dagingnya dikonsumsi oleh masyarakat disana dan tanduknya dipajang
di rumah mereka sebagai bukti bahwa mereka sudah melakukan kegiatan upaca yang
secara otomatis meningkatkan status sosial mereka di masyarakat. Kelompok
masyarakat yang termasuk kelas atas dan memiliki peran serta status sosial tinggi
di masyarakat Toraja akan mengadakan upacara yang lebih mewah dengan nilai jual
kerbau yang tinggi.
1. Rambu Solo
Rambu Solo adalah suatu prosesi
pemakaman masyarakat Tana Toraja, yang tidak seperti pemakaman pada umumnya. Melalui
upacara Rambu Solo inilah terlihat bahwa masyarakat Tana Toraja sangat menghormati
leluhurnya. Prosesi upacara pemakaman ini terdiri dari beberapa susunan
acara. Dimana dalam setiap acara tersebut terlihat nilai-nilai kebudayaan yang
sampai sekarang masih dipertahankan oleh masyarakat Tana Toraja.
Secara garis besar upacara pemakaman
terbagi kedalam 2 prosesi, yaitu Prosesi
Pemakaman (Rante) dan Pertunjukan
Kesenian. Prosesi-prosesi tersebut tidak dilangsungkan secara terpisah,
namun saling melengkapi dalam keseluruhan upacara pemakaman.
Prosesi Pemakaman atau Rante
tersusun dari acara-acara yang berurutan. Prosesi Pemakaman (Rante) ini
diadakan di lapangan yang terletak di tengah kompleks Rumah Adat Tongkonan.
Acara-acara tersebut antara lain :
- Ma’Tudan
Mebalun, yaitu proses pembungkusan jasad
- Ma’Roto,
yaitu proses menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan
benang perak.
- Ma’Popengkalo
Alang, yaitu proses perarakan jasad yang telah dibungkus ke sebuah lumbung
untuk disemayamkan.
- Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses perarakan jasad dari area Rumah Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.
29.1.16
edit
Pasar Terapung Banjarmasin Yang Kian Prihatin
by
Sadidan
Pasar Terapung Kuin merupakan salah satu destinasi terkenal yang berada di Desa Alalak, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pasar Terapung ini memiliki ciri khas dimana penjual menjajakan dagangannya di atas perahu. Transaksi jual beli juga berlangsung di atas perahu. Pasar Terapung berada di sepanjang tepi Desa Alalak yang dilalui oleh Sungai Martapura. Pengunjung dapat membeli dengan cara menyewa perahu klotok ataupun memanggil penjual untuk mendekatkan perahunya dari tepi sungai. Pasar Terapung Kuin berlangsung setiap hari setelah Subuh hingga pukul 07.00 WITA namun kawasan ini jauh lebih ramai pada akhir pekan.
Read More....
Read More....
26.1.16
edit
Makam Tebing di Kalimantan
by
Sadidan
Mungkin kita sudah tidak asing dengan cerita mengenai
pemakaman Suku Toraja, Sulawesi. Jenazah dari sanak famili mereka tidak mereka
kuburkan, melainkan mereka simpan diatas tebing. Ternyata tradisi seperti ini
pun ditemukan di Kalimantan.
Berlokasikan di Desa Merasa, Berau, kalimantan Timur. Desa
ini merupakan salah satu pemukiman dari Suku Dayak. Di desa ini ada sebuah
sungai bernama Sungai Kelay, dimana di tepi-tepi sungai ini terdapat beberapa
tempat bersejarah.
Ada beberapa tebing di tepi sungai tersebut yang memiliki
gua, dimana di dalam gua tersebut terdapat berbagai peninggalan orang-orang
terdahulu mereka. Ada banyak peti mati yang terbuat dari kayu di gua tersebut.
Beberapa peti mati dilengkapi ukiran yang berbentukj menyerupai monyet sedang
bergelantungan. Di gua ini pun terdapat beberapa peninggalan lain seperti
tombak, dayung, dan peralatan lain.
Sayangnya sudah banyak peninggalan yang hilang akibat
ulah-ulah manusia tak bertanggung jawab. Ditambah lagi hanya ada sedikit orang
yang mengetahui mengenai asal usul makam ini. Pak Andreas, salah satu tetua di
Desa Merasa, berkata "saya tidak banyak mengetahui mengenbai sejarah makam
itu, yang saya tahu orang-orang yang dimakamkan diatas gua tersebut adalah
mereka yang mati pada saat musim panen, karena jenazah mereka tidak boleh
dikuburkan dalam tanah".
21.1.16
edit
Selamat Bertemu Ibu, Orangutan Jabrick!
by
Sadidan
Hari itu adalah hari ke-27 aku berada di Pulau Kalimantan.
Setelah menempuh kurang lebih 30 jam perjalanan, akhirnya tibalah aku di Hutan
Labanan. Perjalanan ini memang terbilang sangat lama dan melelahkan, karena
memang kami melalui jalur daratan. Apalagi sebelumnya aku mengikuti Tim COP
yang me-rescue dua ekor orangutan, Septy
dan Njoto, yang ditampung di BKSDA akibat keluar dari hutan. Indahnya pemandangan selama perjalanan membuat
rasa lelahku hilang perlahan, dan yang terpenting, hari ini aku sudah
menginjakkan kaki di Hutan Labanan. Yeay! Menyenangkan!
Pagiku ini diawali dengan sarapan dan perkenalan. Aku
memperkenalkan diriku sebagai Didan, seorang relawan yang numpang hidup disini
untuk beberapa bulan kedepan. Selain ikut membantu kegiatan Sekolah Hutan, belajar
tentang orangutan, juga akan melakukan sebuah penelitian. Semoga semua yang ada
disini bisa berkenan.
Selesai perkenalan, kami pun lanjut sarapan. Tak terasa jarum
pendek di jam sudah hampir menunjuk angka sembilan. Ini sudah waktunya memberi
makan para hewan. Aku mengikuti para animal
keeper menyusuri jalan, sambil membawa buah-buahan untuk pakan. Butuh waktu
sekitar lima menit untuk berjalan dari mess
ke perkandangan. Tentu saja jalan tanah dan bebatuan.
Ada dua blok kandang orangutan yang ada di Pusat
Rehabilitasi Orangutan milik COP. Blok Kandang 1 yang terdiri dari 5 orangutan
yang sudah dewasa dan berukuran besar, serta Blok Kandang 2 yang ditempati 10 orangutan
yang berukuran sedang dan kecil. Saat itu aku ikut membantu membersihkan kandang
dan memberi makan orangutan yang ada di Kandang 1.
Ternyata di kandang, ada satu orangutan yang membuat aku tertarik.
Kurasa dia unik, wajahnya cantik, walau badannya tidak lebih besar dari seekor
itik. Namanya Jabrick.
Jabrick ini ukurannya paling kecil diantara semua orangutan
di Hutan Labanan. Kukira usianya baru satu atau dua tahunan. Awalnya pun kukira
dia jantan, ternyata dia perempuan. Tingkah lakunya menggemaskan. Sepertinya
dia orangutan yang menyenangkan. Hari itu kami bersalaman, berkenalan, dan
sudah kuanggap Jabrick sebagai teman. Semoga Jabrick pun bisa menerimaku
sebagai kawan.
Subscribe to:
Posts (Atom)