Beberapa aspek sosial yang akan saya cari tahu di Toraja ini
adalah mengenai lapisan dan status
sosial yang ada di masyarakatnya. Menurut Soerjono Soekamto, lapisan sosial
adalah perbedaan penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis), sementara status sosial adalah tempat atau posisi seseorang dalam
suatu kelompok sosial. Sejauh ini, informasi yang saya dapat dari internet
adalah bahwa di Toraja sendiri ada pelapisan masyarakat yang terbagi ke dalam
tiga kelas, yaitu: bangsawan/kaya, biasa, dan budak. Benarkah hal itu?
Hari-hari pertama di Toraja pun saya habiskan dengan
berjalan-jalan di sekitar penginapan saya, di daerah Tompu Tallunglipu,
Rantepao. Tanpa bermodal kemampuan berbahasa Toraja, saya mencoba menemukan
orang-orang yang menurut saya bisa dijadikan informan atau narasumber. Modal
utama saya selain Bahasa Indonesia hanyalah sebungkus rokok mild dan korek gas cricket.
Walaupun saya tidak merokok, tapi saya rasa hal ini akan sangat membantu saya
dalam menggali informasi dari para informan.
Selama beberapa jam mencari informan dan melakukan wawancara
terselubung ini saya cukup banyak menerima informasi mengenai lapisan dan
status sosial yang ada pada masyarakat Toraja. Ternyata mengenai adanya pelapisan
sosial ke dalam kelas-kelas ini memang benar adanya. Sejak dahulu memang
perbedaan kelas di Toraja ini sudah ada, namun menurut sumber yang saya
wawancarai, pada masa sekarang perbedaan itu sudah mulai tidak begitu nampak.
Hanya terlihat pada saat-saat atau acara tertentu.
Menurut mereka, pada awalnya memang perbedaan antara kaum
bangsawan dan budak ini sangat terlihat jelas. Bukan pada saat acara tertentu
saja, tetapi pada saat kehidupan sehari-hari. Mulai dari masalah tempat pun
kaum budak sangat terbatas. Dalam menentukan pasangan hidup pun kaum budak tidak boleh menikah dengan keturunan
bangsawan. Ada yang lebih ekstrem lagi, kaum budak bahkan tidak boleh duduk
atau menginjakkan kaki di tempat-tempat tertentu. Untuk alasan mengenai mengapa
adanya larangan-larangan itu, dari informan saya pun masih belum mengetahuinya.
Kehidupan penuh diskriminasi dan kasta ini ternyata mulai
memudar seiring berjalannya waktu. Selain mulai masuknya agama seperti Kristen
dan Islam, yang perlahan menghapus kepercayaan asli Suku Toraja yang bernama Aluk
To Dolo, tingkat pendidikan dari masyarakatnya pun mulai mempengaruhi
kehidupan sosial di Toraja. Ditambah lagi posisi dari Tana Toraja yang semakin
hari semakin populer sebagai sebuah destinasi bagi wisatawan lokal atau pun
internasional. Sehingga pengetahuan orang-orang seusia saya atau yang lebih tua
20 tahun sekali pun tidak begitu mengetahui tentang hal ini. Saya pun
direkomendasikan untuk menemui tokoh adat, atau disini dikenal dengan istilah “Pendamai”,
untuk mencari informasi lebih lanjut.
Read More....