Seperti biasa, jam 5 pagi hp-ku suka berteriak-teriak
sendiri, mungkin dia kesurupan, atau mungkin cari perhatian, ingin ditemukan
untuk kemudian disentuh dan disuruh diam. Yap, pedahal aku sendiri yang sudah
menyuruh dia untuk berteriak di jam segitu supaya aku bangun. Oh, alarm.
Mataku mulai kupaksa untuk terbuka, segel berupa belek-belek
yang mengelilingi mataku pun mulai berjatuhan. Kulihat sekitar, para perjaka
yang tidur di lantai walaupun ada cukup banyak kasur di tempat ini. Juga tubuh
penuh keringat mereka yang hanya tertutup celana. Mereka seperti ikan yang siap
dibakar.
Sudah hampir satu jam sejak hp-ku berteriak, kubuka pintu
rumah sewaan ini, silau. Kuberjalan disekitar sambil sedikit melakukan
peregangan badan. Tidak ada gunung sepanjang mataku melihat, hanya sawah kering
dan pohon kelapa. Ah, hampir saja aku lupa, aku sedang tidak di Bandung. Sekarang
aku sedang ada di Subang, yang baru aku kenal selama 3 hari. Jujur saja, aku
baru tau ada Subang yang seperti ini, yang ku tau sih Subang itu dingin, tidak
jauh beda dengan Bandungku. Subang disini panas, seperti Jakarta juga
Jogjakarta, pagi-pagi saja sudah hareudang.
Subangku saat ini adalah Subang yang cukup jauh dari
peradaban. Jalananya masih banyak bebatuan. Kalau kata Camatnya sih, jalanan
disini itu baik, suka memberi kita pahala, karena setiap kita melaluinya kita
akan lebih sering menyebut nama Tuhan, “Astaghfirullah!”.
Subangku saat ini juga adalah Subang yang gersang. Sinyal hp
pun sering menghilang. Kebersihan lingkungannya pun kurang. Sing sabar, jang!
Subangku ini adalah Subang di Desa Rancadaka, Kecamatan
Pusakanagara, di ujung utara Kabupaten Subang. Berbatasan langsung dengan
Indramayu, dan juga Pantai Utara, serta Jalur Pantura. Wajar saja kan kalau
disini panas, juga orang Subang disini mayoritas berbicara dengan menggunakan
Bahasa Jawa.
Langsung saja ku beritau, sekarang aku memang sedang
melaksanakan program KKN dari kampusku, Universitas Padjadjaran. Katanya sih
KKN itu singkatan dari Kuliah Kerja Nyata, tapi bagiku sih KKN itu singkatan
dari KuKuliahaN. Semacam mengaplikasikan beberapa hal yang telah dipelajari di
kampus juga untuk belajar secara langsung dari masyarakat.
Oke, langsung ke inti dari yang ingin ku ceritakan. Hari ini
hari Minggu tanggal 22 Juni 2014, atu hari ke-3 kegiatan KKN. Kebetulan sekali,
hari ini akan dilaksanakan sebuah acara adat khas daerah sini, yaitu Pesta
Laut. Acara ini adalah acara yang dilangsungkan setiap satu tahun sekali,
sebagai bentuk rasa syukur warga sini terhadap rezeki yang sudah diberikan oleh
Tuhan, terutama dari sektor perikanan. Perlu diketahui juga, tidak sedikit
warga disini yang menyandarkan hidupnya pada hasil laut disini, bekerja sebagai
nelayan di pantai yang dikenal sebagai Pantai Kalapaan ini.
Pantai Kalapaan sendiri terletak di Desa Patimban, yang
terletak tidak jauh dari Desa Rancadaka, jaraknya sekitar 8 km dari Desa
Rancadaka. Pantai ini bukanlah jenis pantai wisata seperti umumnya kita tau.
Pantai ini memang murni dipakai oleh para nelayan untuk bekerja mencari ikan,
juga dibikin tambak udang disekitarnya. Airnya juga bisa dibilang kotor.
Untuk mencapai Pantai Kalapaan dari Desa Rancadaka memang
tidak terlalu mudah, tidak ada transportasi umum yang lalu-lalang disini. Kami
pun harus menyewa Colt bunting untuk bisa sampai kesana. Waktu yang kami lalui
adalah sekitar 30 menit. Tapi jika ada yang ingin mencoba datang kesini bisa
dengan menaiki angkot warna kuning jurusan Kalapaan-Pusakanagara dari Kantor
Kecamatan Pusakanagara yang terletak di daerah Pamanukan.
Acara Pesta Laut dimulai dari pukul 9 pagi, dimulai dengan
sambutan-sambutan dari para kepala pemerintahan. Setelah selesai sambutan, ada
pembacaan doa bersama, dilanjut dengan arak-arakan perahu yang sudah dihias dan
dilengkapi dengan berbagai makanan yang nantinya akan dilempar ditengah laut.
Selain itu, ada juga pembuangan kepala kerbau yang sebelumnya sudah disembelih
ke tengah laut.Setelah arak-arakan perahu tadi dilempar ditengah laut,
orang-orang melompat dari perahunya untuk saling memperebutkan perahu itu dan
juga makanan yang menempel di perahunya.
Ada biaya yang harus kita bayar jika ingin menyaksikan acara
adat ini, yaitu untuk masuk ke Pantai Kalapaannya kita dikenakan tarif Rp 5000,
serta jika kita ingin melihat arak-arakan perahu yang dilempar ditengah laut
dengan lebih dekat, kita bisa ikut menaiki perahu nelayan dengan membayar Rp
7500/orang.
Acara Pesta Laut ini juga dikenal warga setempat sebagai Naderan atau syukuran, untuk
rangkaiannya sendiri ada Wayang Kulit, Nadranan
(lempar arak-arakan perahu), juga Sandiwara Wayang Orang. Sebelumnya di
Pantai Kalapaan ini juga dilaksanakan turnamen bola volley antar desa di
Kecamatan Pusakanagara. Selain itu, untuk menarik minat warga sekitar, pada
acara Pesta Laut ini juga ada pasar kaget dan pasar malam, serta ada acara
makan bersama. Makanan yang disediakan pun mayoritas merupakan makanan olahan
hasil laut.
Kami memang beruntung, pelaaksanaan kegiatan KKN-nya bisa
bertepatan dengan adanya acara Pesta Laut yang merupakan acara adat yang hanya
dilangsungkan satu kali dalam setiap tahunnya. Disamping itu juga selain ada
Pesta Laut, di daerah ini ada Pesta Bumi, yang biasanya dilakukan setelah panen
hasil pertanian warga secara besar-besaran. Ya, bagaimana pun caranya, semoga
jika memang dilakukan untuk mensyukuri nikmat dari Sang Pencipta, acara ini
bisa mendapatkan berkah dari-Nya. Amin
No comments
Post a Comment