edit

Menjadi Relawan Orangutan di Kalimantan (bagian2)

Desa Merasa ini terletak di KM 37 Kabupaten Berau, dan melanjutkan perjalanan sekitar 14 KM lagi. Untuk menuju ke desa itu membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari Pusat Rehabilitasi Orangutan COP. Pengambilan foto dan video ini dimaksudkan untuk membuat sebuah film documenter yang akan ditayangkan di acara Meja Panjang. Acara Meja Panjang ini merupakan acara adat rutin yang dilakukan oleh Suku Dayak di Desa Merasa dalam menyambut Hari Natal dan Tahun Baru.

Pada awal Desember 2015 COP mendapat laporan ada orangutan baru yang keluar dari hutan dan dibawa ke BKSDA Tenggarong. COP diminta untuk membantu merescue orangutan tersebut. Saya dan Indira bersama Satria, Fenicia, dan Dokter Imam melakukan perjalanan ke Tenggarong. Seperti sebelumnya, perjalanan dilakukan melalui jalur darat. Sesampainya di Tenggarong, kami berlima membagi tugas. Satria, Fenicia, dan Dokter Imam bertugas untuk membawa orangutan dari Tenggarong, sementara saya dan Indira bertugas ke Muara Kaman untuk melakukan survei awal melihat kondisi Cagar Alam Muara Kaman yang akan dijadikan tempat pelepasliaran orangutan yang ada di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP di Hutan Labanan.


Jarak dari Tenggarong menuju ke Muara Kaman adalah sekitar 3 jam perjalamam darat. Saya dan Indira melakukan survei awal selama 2 hari. Kami mengelilingi beberapa bagian selatan Cagar Alam Muara Kaman dan juga melakukan wawancara ke warga sekitar. Sebuah keberuntungan bagi kami karena bisa melihat bekantan dan Pesut Mahakam disana. Pesut Mahakam ini pun termasuk spesies endemik yang hanya ditemukan di Sungai Mahakam dan status konservasinya menurut IUCN adalah terancam punah. Wajar saja karena di sungai tempat mereka tinggal sekarang itu dipenuhi aktifitas pertambangan.

Selesai melakukan survey di Muara Kaman, kami pun meanjutkan perjalanan pulang kembali ke Hutan Labanan. Sperti biasa, kami melakukan perjalanan darat. Namun sebelum ke Hutan Labanan itu kami membantu Orangufriends Samarinda terlebih dahulu. Mereka mengadakan koser amal bertajuk “Accoustic Fundraising for Orangutan” dimana donasi yang terkumpul di acara ini akan diberikan untuk orangutan yang ada di Pusat Rehabilitasi. Setelah acara itu selesai kami beristirahat dahulu satu malam dan kemudian kembali ke Hutan Labanan.

Di Hutan Labanan kami kembali membantu kegiatan sekolah hutan dan juga melanjutkan survei kupu-kupu. Sampai pada akhirnya, tepat setelah dua bulan kami menjadi relawan disana, beberapa orangutan ke Pulau Bawan di Desa Merasa.

Pulau Bawan ini berukuran sekitar 2 hektar. Pulau ini berada di tengah Sungai Kelay di Desa Merasa. COP membeli pulau ini karena di pulau ini terlihat masih banyak pohon dan buah-buahan sehingga bisa dijadikan habitat sementara untuk orangutan sebelum bisa dilepasliarkan ke Cagar Alam. Rencananya Pulau Bawan ini pun akan dijadikan sebuah destinasi ekowisata untuk mendukung pariwisata di Desa Merasa.


Pemindahan orangutan dari Hutan Labanan ke Pulau Bawan ini dilakukan pada tanggal 23 Desember 2015. Tidak semua orangutan yang ada disini dilepasliarkan, hanya ada 6 orang yang dinilai memungkinkan untuk tinggal di Pulau Bawan. Orangutan itu adalah Hercules, Nigel, Njoto, Untung, dan Novi. Proses pemindahan ini berlangsung dari pagi hingga sore hari. Cukup sulit juga memindahkan orangutan, terutama yang berukuran cukup besar, mereka harus dibius dahulu sebelum akhirnya bisa diangkat ke kandang transport.

Setelah beberapa orangutan itu dipindahkan ke Pulau Bawan, kami secara bergantian melakukan piket di dekat Pulau Bawan ini. Piket ini bertujuan untuk mengawasi pergerakan yang dilakukan oleh orangutan di Pulau Bawan, serta mencatat aktivitas mereka. Untuk sampai ke Pulau Bawan ini kami perlu menaiki ketinting atau perahu mesin selama kurang lebih 15 menit. Saya merasa sangat beruntung karena bisa terlibat dalam proses pemindahan ini. Sangat senang bisa melihat orangutan yang awalnya tinggal di kandang bisa kembali ke hutan.

Tidak terasa ternyata sudah hampir memasuki tahun 2016. Pada tangal 28 Desember 2015 dilakukan pembukaan acara adat Meja Panjang di Desa Merasa. Warga desa pun mengundang COP untuk hadir dan membantu dalam pendokumentasian acara. Tentu saja saya tidak akan melewatkan acara ini.
Acara Meja Panjang di Desa Merasa ini berlangsung sangat meriah. Semua RT yang ada di Desa Merasa menampilkan berbagai pertunjukan seni khas Dayak seperti tarian dan nyanyian. Ada berbagai tarian yang ditampilkan pada saat meja panjang, seperti Tari Perang, Tari Tunggal, Tari Gerak Sama, dll. Untuk penampilan musik ada permainan alat musik Sampe, yaitu gitar khas Suku Dayak. Selain itu selama acara meja panjang pun setiap RT menghidangkan berbagai makanan khas Dayak di beberapa meja yang panjangnya mencapai 5 meter. Makanan yang dihidangkan disana memang dikhususkan untuk para tamu yang hadir. Selain itu ada pun perlombaan olahraga seperti sepak bola, sepak takraw, dan juga voli.

Penutupan Meja Panjang ini dilakukan pada tanggal 4 Januari 2016 dengan mengumumkan para pemenang lomba dan pertunjukkan. Beruntung sekali karena saya bisa ikut di acara adat tahunan Suku Dayak ini.

Saya dan Indira pun akhirnya membeli tiket pulang kembali ke Jakarta pada tanggal 10 Januaro 2016. Rute yang dilalui pesawat adalah Berau – Balikpapan – Jakarta. Tapi sebelum pulang kembali ke Pulau Jawa, kami memutuskan untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata terkenal dulu yang ada di Berau. Akhirnya kami memilih untuk mengunjungi Danau Labuan Cermin.
Danau ini terletak di daerah Biduk-Biduk, sekitar 6 jam perjalanan dari tempat kami di Tanjung Redeb. Kami pergi ke sana pada tanggal 7 hingga 9 Januari 2016. Di Biduk-Biduk ini ternyata tidak hanya ada Danau Labuan Cermin saja, tetapi ada juga Teluk Sulaiman, Pantai Batu Tunggal, Pantai Batu Dua dll. Namun karena keterbatasan waktu kami hanya mengunjungi Danau Labuan Cermin dan Teluk Sulaiman.

Air di Danau Labuan Cermin ini sangatlah jernih. Warnanya pun biru muda, karena merupakan pertemuan antara air tawar dan air laut. Danau ini pun dikenal juga sebagai Danau Dua Rasa. Fasilitas yang ditawarkan sudah cukup lengkpa mulai dari perahu, pelampung, hingga alat snorkeling. Beruntung kami mengunjungi danau itu tidak pada saat hari libur, Karena menurut warga sekitar pada saat libur natal dan Tahun Baru kemarin pun pengunjung mencapai dua ribu orang. Sementara pada saat kami disana kami rasa tidak sampai 100 orang wisatawan. Pantai-pantai pun sepi sehingga sangat cocok untuk dijadikan tempat meditasi dan menenangkan diri.


Tanggal 9 Januari 2016 kami kembali ke Tanjung Redeb untuk mempersiapkan peralatan pulang. Pesawat dari Tanjung Redeb berangkat pukul 07.30 WITA, lalu sampai di Balikpapan sekitar pukul 09.30 WITA, dan perjalanan dari Balikpapan menuju Jakarta dimulai pukul 12.30 WITA dan pada pukul 15.30 WIB kami sudah berada di Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Sungguh, 107 hari mengelilingi Kalimantan ini adalah sebuah perjalanan yang tidak akan kami lupakan. Kami belajar banyak hal mulai dari memperbaiki kandang hewan, survey kupu-kupu, proses sekolah hutan, sifat dan perilaku orangutan, survei dan pemindahan orangutan, dan masihbanyak lagi. Terimakasih Kalimantan, perjalanan kemarin pasti akan kami rindukan.

No comments

Post a Comment