edit

Menjadi Relawan Orangutan di Kalimantan (bagian 1)

Hari itu langit cukup gelap. Keterlambatan pesawat membuat ruang tunggu bandara pengap. Kala itu Pulau Kalimantan masih bertarung melawan kabut asap. Apapun yang terjadi kami harus siap.

Nama saya Didan, pada tanggal 26 September 2015 saya memulai petualangan saya ke Pulau Kalimantan. Saya tidak sendirian, saya ditemani partner saya, Indira. Tujuan kami ke Kalimantan bukanlah hanya untuk liburan, lebih dari itu, kami hendak menjadi relawan dan melakukan penelitian di sebuah tempat rehabilitasi orangutan di Hutan Labanan.

Penerbangan dimulai dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju ke Bandara Syamsudin Noor di Banjarmasin. Pesawat yang kami tumpangi terlambat hampir dua jam, tapi itu tidak membuat semangat kami padam. Butuh waktu sekitar dua jam di atas awan sampai akhirnya kami mendarat di Pulau Kalimantan. Setelah sampai di Bandara Syamsudin Noor, kami melanjutkan perjalanan menuju taman kota Banjarbaru menggunakan taksi.


Agenda pertama kami saat itu adalah membantu konser amal yang dilakukan oleh Elin, seorang anggota Orangufriends asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Orangufriends ini adalah komunitas relawan yang peduli terhadap kelestarian dan habitat orangutan yang bekerja dibawah pengawasan Centre for Orangutan Protection (COP). Konser amal ini bertujuan untuk menggalang dana yang akan dipakai untuk merenovasi kandang satwa yang ada di taman kota Banjarbaru.

Konser amal ini sendiri diadakan di Taman van Der Pijl, dimana di taman ini ada sebuah komplek kandang yang didalamnya ditinggali oleh beberapa ekor hewan, diantaranya ada satu ekor bangau tong tong, satu ekor Owa Kalimantan, tiga ekor beruk, dan tiga ekor monyet ekor panjang. Keadaan satwa dan kandang di  taman ini pun bisa dikatakan buruk, beberapa ekor hewan dirantai karena apabila tidak dirantai dia bisa keluar dari kandang, beberapa hewan pun sakit dan menunjukkan gejala-gejala stress.




Acara konser amal ini dimulai selepas Maghrib. Pada acara ini ada pertunjukkan musik dari band-band yang mendukung perbaikan kandang di Taman Kota ini. Selain ada pertunjukkan musik di acara ini pun dimeriahkan oleh stand makanan dan pakaian yang hasil penjualannya digunakan juga untuk perbaikan kandang. Dalam acara ini, saya dan Indira membantu mempresentasikan mengenai kehidupan orangutan di Kalimantan melalui talkshow dan film tentang orangutan. Acara ini selesai sekitar pukul 23.00 WITA dan antusias serta uang yang terkumpul cukup banyak untuk melakukan renovasi kandang di taman kota ini.




Renovasi kandang di Taman van Der Pijl ini dilakukan pada tanggal 10-11 Oktober 2015. Selama kurang lebih dua minggu kami mengurusi izin perbaikan kandang ke dinas terkait dan mencari peralatan, bahan, dan orang yang ahli dalam merenovasi kandang. Hampir setiap hari kami pun mengunjungi para satwa di taman itu untuk memberikan makanan. Selain kami bertiga, kami pun dibantu oleh Satria, seorang staff COP yang sudah berpengalaman dalam hal perkandangan dan enrichment hewan, dua orang tukang las, penjaga kandang, dan dibantu juga beberapa warga sekitar. Kegiatan ini cukup mendapat apresiasi yang baik dari warga sekitar. Setelah direnovasi, akhirnya beberapa ekor hewan yang pada awalnya hidup dalam ikatan rantai bisa bergerak lebih bebas karena rantainya dilepas dan juga bisa bermain setelah di kandang itu kami tambahkan hammock, ayunan, dan beberapa besi untuk bermain dan bergelantungan.
Disamping membantu renovasi kandang, selama di Banjarbaru, saya dan Indira tidak lupa mengunjungi beberapa objek wisata yang ada disana. Kami sempat berkunjung selama beberapa kali ke Pasar Apung yang merupakan salah satu landmark Kota Banjarmasin. Kami pun sempay mengikuti sebuah acara bersih-bersih sampah yang dilakukan di Pulau Bakut di Banjarmasin. Pulau Bakut ini merupakan salah satu habitat alami dari Bekantan alias Monyet Belanda yang merupakan hewan khas Kalimantan.

Tidak lupa dalam setiap perjalanan yang kami lakukan, kami selalu mengambil beberapa foto dan video yang selanjutnya kami buat menjadi sebuah video liputan yang dilengkapi artikel dan foto. Liputan kami ini kami kirimkan ke salah satu stasiun televisi dan beberapa media cetak. Beberapa kali liputan kami ditayangkan di televisi dan dimuat di koran, honor dari ini pun kami jadikan sebagai uang tambahan untuk melanjutkan perjalanan.

Kami menetap selama tiga minggu di rumah Elin yang berada di Banjarbaru. Pada tanggal 15 Oktober 2015 saya dan Indira melanjutkan perjalanan ke Palangkaraya, Ibu Kota dari Provinsi Kalimantan Tengah. Kami kesana menggunakan jasa angkutan travel. Perjalanan ke Palangkaraya dari Banjarbaru membutuhkan waktu sekitar enam jam perjalanan.

Perjalanan menuju Palangkaraya ini sangat menegangkan dan juga menyedihkan. Sepanjang jalan kami cukup sering melihat beberapa titik kebakaran hutan yang letaknya tidak jauh dari jalan raya. Jalan pun dipenuhi oleh asap yang membuat jarak pandang di mobil sangat dekat. Ternyata kebakaran hutan yang melanda Kalimantan Tengah lebih parah daripada Kalimantan Selatan.
Sesampainya di Palangkaraya kami langsung mengunjungi rumah Dhani, salah satu manager di Centre for Orangutan Protection. Kebetulan pada tanggal 17 Oktober 2015 dia akan melaksanakan resepsi pernikahan di rumahnya. Kami diminta untuk membantu mempersiapkan acara itu. Selain itu, selama di Palangkaraya pun kami mengunjungi beberapa destinasi wisata seperti Danau Tahai di Nyaru Menteng, dan berbagai museum yang ada disana. Kami pun sempat mengunjungi salah satu Pusat Rehabilitasi Orangutan milik Borneo Orangutan Survival (BOS) di Nyaru Menteng.

Petualangan kami di Palangkaraya hanya berlangsung kurang dari selama satu minggu. Pada tanggal 19 Oktober 2015 kami dijemput oleh Linus, salah satu staff COP yang baru saja mengikuti workshop di Kuching, Malaysia. Perjalanan kami selanjutnya adalah menuju Samarinda, Ibu kota Kalimantan Timur. Dikabarkan ada dua ekor orangutan yang keluar dari habitatnya, dan kami hendak membantu untuk merescue dan membawanya ke Pusat Rehabilitasi Orangutan milik COP di Hutan Labanan. Perjalanan kami tempuh melalui jalur darat dengan mobil Strada Triton. Waktu tempuh kami untuk sampai Samarinda adalah sekitar 17 jam. Kami sempat bermalam dahulu di Balikpapan.

Sesampainya di Samarinda, pihak COP berkoordinasi dahulu dengan Balai Konservasi Sumberdaya alam (BKSDA) Samarinda untuk pengambilan orangutan. Keesokan harinya kami langsung bergegas menuju BKSDA Tenggarong dimana disana sudah ada beberpa ekor orangutan dan beruang madu yang tertangkap keluar dari habitatnya. Perjalanan menuju Tenggarong ini kami lakukan dengan dua buah mobil, selama di Samarinda kami bertambah beberapa anggota tim rescue, yaitu Hardi, selaku Direktur COP, serta Dimas dan Inggrid yang tergabung dalam Orangufriends Samarinda.

Sekitar pukul 11.00 WITA kami sudah sampai di BKSDA Tenggarong. Ada dua orangutan yang akan dibawa ke Pusat Rehabilitasi, mereka bernama Njoto dan Septy. Njoto ini merupakan orangutan jantan bertubuh kecil namun lincah dan aktif, diperkirakan berusia sekitar 5 tahun. Sementara Septy ini adalah orangutan betina yang bertubuh cukup besar namun pendiam yang diperkirakan berusia sekitar 8 tahun. Mereka dilaporkan keluar dari habitatnya dikarenakan banyaknya terjadi kebakaran hutan dikala itu.

Setelah membersihkan kandang dan memberi pakan pada mereka, kami pun memindahkan Njoto dan Septy ke kandang transport yang akan dibawa ke Hutan Labanan. PerjalananPer menuju Hutan Labanan pun dimulai sekitar pukul 14.00 WITA. Seperti kemarin, perjalanan ditempuh melalui jalur darat.

Pusat Rehabilitasi Orangutan milik COP ini ada di KM 35 Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Perjalanan yang ditempuh dari Tenggarong menuju Hutan Labanan tidak lebih jauh daripada perjalanan dari Palangkaraya ke Samarinda. Waktu yang kami butuhkan adalah sekitar 13 jam perjalanan, namun karena di jalan kami sempat istirahat beberapa kali, akhirnya baru pada pukul 06.00 WITA kami sampai di Hutan Labanan,

Butuh persiapan dan perjalanan yang cukup lama ternyata untuk memindahkan orangutan dari BKSDA ke Pusat Rehabilitasi. Tidak terasa hari ini adalah Hari Jum’at tanggal 23 Oktober 2015. Kedatangan kami di Hutan Labanan disambut oleh nyanyian burung-burung dan binatang lainnya. Hutan Labanan ini merupakan salah satu hutan yang diperuntukkan untuk penelitian.

Pagi kami ini diawali dengan sarapan dan perkenalan. Aku memperkenalkan diriku sebagai Didan, seorang relawan yang numpang hidup disini untuk beberapa bulan kedepan. Selain ikut membantu kegiatan Sekolah Hutan, belajar tentang orangutan, juga akan melakukan sebuah penelitian. Penelitian yang akan dilakukan oleh saya dan Indira adalah sebuah penelitian mengenai kupu-kupu yang ada di Hutan Labanan. Penelitian ini dilakukan dengan meto survei dan pengambilan foto kupu-kupu.

Selesai perkenalan, kami pun lanjut sarapan. Tak terasa jarum pendek di jam sudah hampir menunjuk angka sembilan. Ini sudah waktunya memberi makan para hewan. Aku mengikuti para animal keeper menyusuri jalan, sambil membawa buah-buahan untuk pakan. Butuh waktu sekitar lima menit untuk berjalan dari mess ke perkandangan. Tentu saja jalan tanah dan bebatuan.

Ada dua blok kandang orangutan yang ada di Pusat Rehabilitasi Orangutan milik COP. Blok Kandang 1 yang terdiri dari 5 orangutan yang sudah dewasa dan berukuran besar, serta Blok Kandang 2 yang ditempati 10 orangutan yang berukuran sedang dan kecil. Saat itu aku ikut membantu membersihkan kandang dan memberi makan orangutan yang ada di Kandang 2.
Di Kandang 2 ini tinggal 10 orangutan yang berukulan kecil sampai sedang. Ada Jabrick, Michelle, Okky, Antak, Pingpong, Uci, Untung, Novi, serta dua orangutan baru yaitu Njoto dan Septy. Sementara dai Kandang 1 ada 5 ekor orangutan berukuran besar yaitu Hercules, Nigel, Debby, Memo, dan Ambon. Orangutan yang tinggal disini hampir semuanya berasal dari Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) dan beberapa merupakan orangutan yang awalnya dipelihara manusia.

Kegiatan memberi pakan dan membersihkan kandang ini rutin kami lakukan setiap pagi hari yaitu pukul 08.00 WITA dan sore hari pukul 16.00 WITA. Pada selang waktu antara pukul 09.00-15.00 WITA akan dilakukan kegiatan reintroduksi hutan kepada para orangutan yang ada disana, atau biasa kami kenal juga dengan sebutan Sekolah Hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali kondisi hutan kepada para orangutan kecil yang pada awalnya jinak agar bisa kembali menjadi liar. Ada enak orangutan yang menjadi siswa di Sekolah Hutan COP, yaitu Jabrick, Untung, Novi, Uci, Michelle, dan Pingpong. Selama sekolah hutan mereka didampingi oleh empat orang animal keeper dan juga kami sebagai relawan.


Disamping menjadi relawan dalam membantu orangutan, saya dan Indira tetap melakukan survei mengenai kupu-kupu yang ada di Hutan Labanan. Kami mengitari beberapa bagian hutan seperti sungai, danau, dan rerumputan untuk mengambil foto berbagai spesies kupu-kupu. Selain itu kami pun ikut membantu pengambilan video dan foto di Desa Merasa.

No comments

Post a Comment