edit

Pengibaran "Sang Saka" di Puncak Cikuray

Cerita ini adalah cerita based on a true story dari tiga orang pemuda haus cinta ketinggian asal Bandung, lebih spesifiknya lagi SMAN 24 Bandung, sebut saja mereka Didan, Dicky, dan Toro. Tapi sebelum masuk ke inti cerita, kita baca dulu biografi super singkat mereka....

Didan
Bercita-cita kuliah di Jurusan Pertambangan dan sekarang sedang berkuliah di Jurusan Peternakan (nah loh?). Hobi mendaki hati gunung, di kampusnya aktif berorganisasi. Dia juga mengikuti sebuah organisasi pecinta alam, tetapi daripada disebut 'pecinta alam', dia lebih senang disebut 'penikmat alam', karena nama pacarnya bukan alam (nah loh lagi?)

Dicky
Bercita-cita kuliah di ITB dan sekarang sedang melanjutkan kuliah di IT-nas (ga beda jauh lah ya haha). Baru sekali mendaki gunung, tapi itu juga langsung ke Gunung Lawu di Jatim. Dia punya dua misi utama dalam petualangan ini: 1. Ngetes carriel barunya ; 2. Mau ngucapin happy birthday buat pacarnya di atas puncak gunung. Bisa dibilang so-sweet sih, tapi lebih pantes dibilang so-banget.

Toro
Kuliah di UPI (Universitas Pendakian Pendidikan Indonesia). Motto hidupnya adalah "jangan sampai kuliah mengganggu main", karena yang dia ceritakan selama kuliah sih kebanyakan tentang mainnya, main ke pantai ini lah... naik ke gunung itu lah.... ya pokonya mah main lah. Oh iya, pengalaman pendakian Toro adalah yang paling banyak diantara mereka bertiga.

Oke cukup sekian dulu biografi super singkatnya, langsung aja kita ke ceritanya....

Jadi kisah ini dimulai saat negara api kejenuhan mulai menyerang mereka bertiga. Entah kenapa dan entah siapa yang memulai tiba-tiba terpikir oleh mereka untuk mendaki gunung, biasa aja sih, tapi ceritanya ini tuh lagi bulan puasa, ngedadak juga, ya maklumlah pemuda. Tadinya Didan ingin melakukan petualangan ke Bromo, disana lagi mau ada ritual Yadnya Kasada, tapi ternyata gajadi karena masalah perizinan dan perdompetan, mulailah dia mencari pelampiasan. Pada awalnya Gunung Papandayan menjadi target pelampiasannya, dan pada akhirnya Gunung Cikuray lah yang beruntung menjadi objek pelampiasan mereka.

Sekilas Info: Gunung Cikuray adalah gunung tertinggi di Garut, dan tertinggi keempat di Jawa Barat, ketinggiannya 2818 mdpl.
Singkat cerita perjalanan pun dimulai, tadinya Didan hanya akan pergi berdua bersama Dicky, tapi karena beberapa alasan (intinya sih takut sisi kehomoan Dicky kambuh), akhirnya kita pergi bertiga, ditambah Faizal a.k.a Toro. Titik Equilibrium kita adalah di Pom Bensin Al-Masoem di Cikalang, Cileunyi. Sekilas info lagi, persiapan pada waktu itu bisa dibilang masih 87,89364 % lah, tinggal beli makanan buat safety food. Perlengkapan ransum ini kita lengkapi di perjalanan, istilah kerenya sih completing by doing (kepepet). Kita berangkat ditemani dua motor peliharaan Didan dan Dicky. Oh iya, di jalan juga kita tidak lupa membeli bendera Merah Putih buat dikibarin di puncaknya gitu (biar keren ceritanya mah).

Setelah sekitar dua jam di perjalanan, kita pun sampai di Kecamatan Cilawu, disini ada desa terakhir sebelum naik ke Gunung Cikuray yaitu Desa Dayeuhmanggung. Jalur via Cilawu ini juga merupakan jalur teraman dan paling umum dilalui pendaki, dibandingkan dua jalur lainnya; Cikajang dan Bayongbong. Dari desa itu kita terus melanjutkan perjalanan dengan motor sekitar satu jam sampai akhirnya sampai di Stasiun Pemancar TV. Jalurnya koral, licin dan cukup terjal. Jangan heran kalau kalian disini ada yang jatuh.

Sekilas Info: Stasiun Pemancar TV adalah titik yang biasa dipakai para pendaki untuk istirahat (tidak sedikit pendaki yang trekking dari jalan raya masuk ke Cilawu), bahkan beberapa pendaki ada yang membuat camp disini. Kata si Google sih koordinat dari Stasiun Pemancar TV ini adalah 07°18’14’’ LS, 107°52’54’’BT.

Di Stasiun Pemancar TV ini kita ngarenghab dulu, mungkin nyampe satu jam sampai akhirnya kita melanjutkan perjalanan ke Gunung Cikuray dengan trekking. Sebelumnya kita pamitan dulu ke orang di sana dan menyuruh motor-motor kita untuk menjaga Stasiun Pemancar TV ini, dan motor-motor kita dijaga oleh orang-orang di sana, dan orang-orang di sana dijaga oleh Stasiun Pemancar TV. Sehingga terjadilah simboisis mutualisme diantara mereka :)

Kebun teh adalah apa yang harus kita lalui dulu sebelum mulai masuk ke vegetasi alami Gunung Cikuray, ya sekitar setengah jam lah, tapi baru juga jalan sebentar ada tragedi terjadi, Dicky tiba-tiba meronta..
,
Dicky: "Bro, hampura euy urang teu kuat, geus haus pisan, urang bae nya nginum didieu" (Bro, maaf ya saya udah ga kuat, haus banget, saya minum disini ya) (sambil menjulurkan lidah kaya helder)

Didan: "Ah maneh mah" (Ah kamu mah) (Pedahal mah kehausan juga)

Toro: "Nyanggeus atuh sok" (Yaudah atuh silahkan) (Pedahal mah pengen juga)

Kala itu Dicky duluan melanggar ikrar yang sudah mereka buat sendiri untuk tidak batal puasa walaupun sedang mendaki, ya perlu diketahui suhu kebun teh saat itu memang sangat panas, sayangnya saya tidak membawa termometer untuk mengukur suhu pastinya. Disini Didan dan Toro masih terlihat tangguh memegang ikrarnya.

Mereka pun akhirnya mulai memasuki vegetasi alami alias hutan rimbanya. Tanpa bermodalkan peta, apalagi GPS, tanpa ada yang pernah kesana sebelumnya, dan tanpa informasi yang cukup mereka tetap melanjutkan perjalanan dengan PD (Percaya Didan). Didan menjadi leader saat perjalanan menuju puncak, ya ngikutin jalan setapak aja, dan juga percaya plang yang ditempel di atas pohon-pohon.

Pos 1 telah terlewati, mereka masih biasa aja, track nya juga masih landai. Butuh satu jam untuk sampai di Pos 2, sampai sini juga tracknya masih landai. Nah ini, dari Pos 2 menuju Pos 3 track-nya mulai tidak bersahabat, konturnya rapat, dan medanya curam. Hal ini memaksa Didan dan Toro untuk mengikuti jejak Dicky tadi, melanggar ikrar. Ah, sayang! 

Perjalanan pun mulai melambat, sedikit-sedikit perut mereka mulai sakit. Nampaknya walaupun mereka mencoba menahan puasa, tapi cacing-cacing mereka tidak. Mereka pun mulai sadar, dari awal tracking sampai saat itu tak ada satu orang pun yang mereka lihat, orang terakhir yang mereka jumpai adalah di Stasiun Pemancar dan di kebun teh, katanya sih Gunung Cikuray termasuk gunung yang angker. Langit yang mulai gelap pun semakin menjadikan suasana saat itu menjadi semakin mistis. Tapi apalah artinya perjuangan dan batal puasa mereka kalau akhirnya balik lagi. Mereka pun terus lanjut!






Saat menuju Pos 4 mereka menemukan tempat yang landai dan luas, mereka pun menjadikan tempat itu sebagai tempat istirahat. Duduk-duduk, selonjoran, peregangan, dan tiba tiba ada yang mengeluarkan makanan, mereka pun akhirnya makan dulu, ngemil-ngemil da udah kagok baseuh. Hampir satu jam mungkin mereka beristirahat, mereka pun melanjutkan perjalanan, suasana ceria nampaknya sudah pudar. 

Muka mereka yang kusut pun berubah menjadi tambah kusut, ternyata perjalanan menuju pos selanjutnya sama seperti saat mereka berjalan dari Pos 3 ke Pos 4, curam! Mereka terus berjalan, Dicky menjadi personil yang terlihat paling menikmati perjalanan (baca: ripuh), sepanjang jalan dia mulai mengeluh, mengeluh, dan mengeluh. Puncaknya adalah setelah berjalan hampir dua jam dari Pos 4, saat itu mereka sampai di Pos 5 yang juga dinamakan Puncak Bayangan, Dicky terlihat sangat kecapean, sepertinya mentalnya sudah mulai kena. 

Dicky: "Geus ah urang mah nepi dieu we, sok we maraneh duaan lanjutkeun ka puncak, engke mun geus nepi balik deui ka dieu" (Udah ah saya sampai disini aja, silahkan aja kalian berdua lanjutin terus sampai puncak, nanti kalau udah sampai sana balik lagi kesini)

Yah, hal yang wajar lah, saat itu Dicky terlihat curambay, mungkin dia sangat kecapean dan merasa sakit. Didan dan Toro saat itu mencoba menenangkan Dicky dan mencoba membujuk Dicky untuk terus berjalan dulu sampai langit benar-benar gelap.

Toro: "Dik hayu ah teruskeun heula, geus tereh nepi jigana yeuh, kagok nepi dieu mah atuh" (Dik ayo ah kita terusin dulu, udah mau sampe kayanya, tanggung samapai sini mah)

Dicky masih sulit fokus, hah heh hoh terus, Didan pun ikut membujuk...

Didan: "Hayu Dik ah jalan heula we engke mun geus poek langsung nge-camp" (Ayo Dik ah jalan aja dulu, nanti kalau udah gelap kita nge-camp)

Dicky: "Sok we Dun ah urang geus teu kuat" (Silahkan aja Dun, saya udah ga kuat)

Didan: "Ah lemah maneh mah, cenah deuk nyieun ucapan ulang taun jang si Pipit, piraku we teu nepi ka puncak" (Ah lemah kamu, katanya mau bikin ucapan ulang tahun buat si Pipit, masa ga nyampe puncak)

Ah! Dasar 'Buaya Siluman Alis Tebal' itu, setelah mendengar kata-kata Pipit dan ngingetin misinya buat ngucapin selamat ulang tahun di puncak, barulah Dicky bangun lagi. Ya mungkin karena besarnya rasa cinta dia pada pacarnya, atau karena besarnya rasa malu pada teman-temannya (bayangin aja Dicky ngebelain bikin dan bawa karton gede bertuliskan "Happy Birthday" dari rumah), dia pun siap melanjutkan perjalanan lagi. Horeeeeeeeeeeeeeee \m/

Three idiots ini akhirnya melanjutkan perjalanan lagi, ya, sesuai kesepakatan, mereka akan terus berjalan sampai langit benar-benar gelap. Jalannya masih tetap curam dan sempit, tapi mereka terus berjalan. Setelah lebih dari setengah jam berjalan, langit pun mulai gelap, mereka dilema untuk terus jalan atau nge-camp. Kembali ke kesepakatan mereka pun mencari tempat yang enak untuk nge-camp, dan dapat lahan walaupun tidak terlalu luas, mereka pun membangun tenda dan mulai membuat perapian serta masak, mungkin mereka sudah lupa tentang puasa.

Setelah camp selesai suasana pun berubah menjadi riang kembali, tawa canda segar pun mulai lahir dari wajah-wajah mereka yang sudah tidak segar, menu makan mereka malam itu adalah: Agar, Mie, Nasi Goreng, Kornet, Sosis, Roti, Susu, Kopi, Nutrisari, dkk. Pokoknya makan enak lah, mungkin pelampiasan. 

Suasana seperti saat itu adalah suasana yang pasti mereka rindukan, tapi ada satu yang mungkin tidak mereka rindukan, saat Toro mencoba menambahkan spirtus ke perapian, dia tidak sabar mengucurkan spirtusnya sehingga tangannya terbakar, atau ketika malam hari saat tidur di tenda, Didan mendengar suara langkah kaki dan gugurusukan di deket tenda tapi tidak ada yang mau melihat keluar karena ngantuk (tepatnya sih takut), mungkin itu orang, atau binatang, atau mungkin juga...................... (isi sendiri aja)

Pagi hari mereka terbangun dan sadar sudah melanggar satu ikrar lagi, ikrar untuk sahur dan puasa lagi. Mereka sahur jadinya jam 7 pagi tapi tidak puasa, huh. Menu pagi ini biasa saja tidak semewah saat malam hari; Nasi, Mie, Sereal. Sementara itu mereka juga langsung membereskan camp dan mulai packing. Sekitar jam 9 akhirnya mereka selesai dan siap melanjutkan perjalanan ke puncak, ya puncak, bukan puncak bayangan lagi, tapi puncak yang sesungguhnya!

Mereka pun berjalan, tak lupa diawali dengan doa, Didan kembali memimpin perjalanan. Perjalanan tidak sesulit kemarin, mereka terlihat fit dan tenaga mereka juga masih banyak, pokoknya lancar deh. Terus berjalan dan berjalan terus, tanpa ada istirahat lagi, dan akhirnya mereka sampai di.......... PUNCAK!!

Mereka berteriak-teriak, tak tahu senang atau tak tahu sedih. Senang karena sudah sampai puncak, dan sedih karena jarak puncak dari tempat mereka nge-camp hanya....... 15 menit, dan mereka melewatkan sunrise. Ya, tapi yang terpenting adalah usaha mereka tidak sia-sia, tak lupa mereka mengucap Hamdallah dan dilanjut sujud syukur.... Alhamdulillah.

Satu hal lagi yang sudah lumrah dilakukan saat sampai puncak lagi adalah popotoan, ya karena memang hal ini sesuai dengan kode etik pendaki, "dilarang membawa apa pun kecuali gambar". Mereka bertiga berpose dengan gaya-gaya khasnya, dan tak lupa juga mereka mengibarkan "Sang Saka" Merah Putih. Dicky juga tak lupa untuk menjalankan misinya, mengambil foto di puncak dengan membawa karton bertuliskan "Happy Birthday" untuk pacarnya. Bangga! Selamat! 

Setelah mungkin hampir 2 jam di puncak, mereka pun akhirnya turun lagi menuju Stasiun Pemancar TV, dan pulang ke rumahnya masing-masing. Semua berjalan lancar. Walaupun sebelumnya mereka tidak merencanakan ke Cikuray, tapi Cikuray sekarang sudah menjadi bagian dari cerita mereka yang tak akan terlupakan. Terimakasih, Cikuray.
"Bukan soal berapa ketinggian gunungnya, tapi tentang proses bagaimana kita menuju kesana"

catatan:
Perjalanan ini dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2012 sampai 15 Agustus 2012. Ketika itu adalah bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Mungkin ini yang membuat Gunung Cikuray sepi pendaki. Selain karena Bulan Puasa, tanggal 15 Agustus juga masih dua hari lagi menuju Hari Kemerdekaan Indonesia. Wajar aja kalau sepi, tapi asik loh. Harus coba! Tapi batal puasa nya mah jangan ketang.

foto-foto:
panorama dari puncak Cikuray: Lautan Awan

Bangunan di atas puncak Cikuray, sayang tercoreng vandalisme

Didan: mengibarkan Merah Putih

Didan dan si Hijau

Didan, Toro, dan Sang Saka

9 comments

  1. sip.. lucu ceritanya..he
    salam kenal

    ReplyDelete
  2. Boleh donk jadi guide aku kalau nanti aku mau ke puncak cikuray :)

    Twitter : @amechime

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha kapan emang? jalur cikuray sekarang udah lebih jelas kok, puncaknya juga udah ramai :)

      Delete
  3. lima menit utk mmbca petualangan yg menarik. sangat menyenangkan y . potox juga bagus bagus. sukses y..

    ReplyDelete